Bupati Kolaka Timur Andi Merya Didakwa Suap Dirjen Kemendagri

Jakarta, law-justice.co - Bupati Kolaka Timur Andi Merya didakwa melakukan suap hingga Rp 3,4 miliar berkaitan dengan pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur 2021. Di antaranya Rp 1,5 miliar untuk eks Dirjen Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto.


"Terdakwa Andi Merya bersama-sama LM Rusdianto Emba memberikan uang yang seluruhnya berjumlah Rp3.405.000.000,00. Kepada Mochamad Ardian Noervianto selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp1.500.000.000,00; kepada Sukarman Loke sebesar Rp 1.730.000.000,00; dan kepada Laode M Syukur Akbar sebesar Rp 175.000.000,00," ujar jaksa KPK saat membaca dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jumat (16/9/2022).

Baca juga : Firli Pernah Minta Rp 50 M ke Syahrul Limpo di Kasus Suap Kementan

Jaksa mengatakan Andi Merya memberikan suap lewat perantara Laode dan Sukarman kepada M Ardian. Suap itu bertujuan agar Ardian melobi Mendagri Tito Karnavian untuk menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kolaka Timur.


"Supaya Terdakwa (Mochamad Ardian Noervianto) selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai syarat disetujuinya usulan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021, yang bertentangan dengan kewajiban, yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri," ucap Jaksa.

Baca juga : Kasus Suap dan Gratifikasi, Hakim Vonis Hasbi Hasan MA 6 Tahun Penjara

Kasus ini berawal ketika Andi Merya ingin Kolaka Timur mendapatkan dana tambahan pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada pengusaha di Kabupaten Muna Rusdianto Emba. Untuk mewujudkan keinginan Andi, Rusdianto menghubungi Sukarman agar membantu Andi.

Sukarman pun, yang dimintai tolong saat itu, langsung menghubungi Laode. Jaksa mengatakan Laode adalah rekan lama Ardian, mereka berdua adalah satu angkatan ketika melakukan pendidikan di STPDN.

Baca juga : Respons KPK soal Hasto Sebut Harun Masiku Jadi Korban di Kasus Suap

Jaksa menuturkan Sukarman saat itu langsung mengabari Andi Merya, kemudian Andi Merya menunjuk anak buahnya bernama Mustakim Darwis untuk mengurusi keperluan Sukarman dan Laode agar Kolaka Timur mendapat dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur di Muna itu.

"Bahwa pada tanggal 12 April 2021, Andi Merya mengeluarkan Surat Nomor 050/546/2021 perihal Pernyataan Minat Pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur TA 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebesar Rp 350.000.000.000,00 dan Surat Nomor 050/547/2021 perihal Permohonan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jendral Perimbangan Keuangan," tutur jaksa.

Menindaklanjuti surat tersebut, Andi Merya, lanjut jaksa, berencana datang ke Jakarta untuk menemui Ardian pada 4 Mei 2021. Pertemuan itu pun terjadi di ruang kerja Ardian di Kemendagri pukul 15.30 WIB.

Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa Kolaka Timur ingin dana PEN Rp 350 miliar. Namun, Ardian hanya menyanggupi Rp 300 miliar.


"Bahwa pada tanggal 4 Mei 2021 Terdakwa bersama Laode M. Syukur Akbar dan Sukarman Loke menemui Mochamad Ardian Noervianto di ruang kerjanya di Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut Terdakwa menyampaikan ada pengajuan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur sebesar Rp350.000.000.000,00 dan meminta Mochamad Ardian Noervianto untuk membantu proses pengajuan pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur, namun Mochamad Ardian Noervianto menyanggupinya hanya sebesar Rp 300.000.000.000,00. Selanjutnya Sukarman Loke menyampaikan kepada LM Rusdianto Emba untuk pengajuan pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur tinggal melengkapi dokumen yang diperlukan," terang Jaksa.


Kemudian, Laode M Syukur beberapa kali berkomunikasi dengan Ardian guna menanyakan perkembangan pengajuan PEN Kabupaten Kolaka Timur. Ardian menyebut Kabupaten Kolaka Timur berada di urutan ke-48, sehingga tidak mungkin mendapatkan dana PEN pada 2021.

 

Informasi itu kemudian diteruskan Laode M Syukur kepada Andi Merya dan LM Rusdianto Emba. Karena merasa tak memiliki peluang mendapat dana PEN tahun 2021, Laode M Syukur kemudian diajak bertemu oleh Ardian yang saat itu intensif berkomunikasi soal perkembangan dana PEN untuk Kolaka Timur.

"Bahwa pada tanggal 10 Juni 2021 bertempat di ruang kerja Mochamad Ardian Noervianto diadakan pertemuan antara Ardian Noervianto dengan Syukur Akbar. Dalam pertemuan itu Ardian Noervianto meminta fee sebesar 1% (satu persen) dengan cara Mochamad Ardian Noervianto menuliskan dalam secarik kertas, lalu ditunjukkan kepada Syukur," kata jaksa.

Laode M Syukur menyampaikan hasil pertemuan itu kepada Sukarman untuk diteruskan kepada Andi Merya lewat perantara LM Rusdianto Emba. Andi pun menyetujui pemberian fee 1% tersebut.

Lalu, Terdakwa Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang dengan total Rp2.000.000.000,00 secara bertahap melalui rekening Rusdianto kepada Mochamad Ardian, Laode M Syukur dan Sukarman.

Dengan persetujuan penerimaan tambahan dana PEN untuk Kolaka Timur itu, Andi dan Rusdianto kemudian beberapa kali memberikan dana kepada Ardian. Dalam beberapa trahan dan berbagai cara hingga mencapai Rp 3 miliar lebih. Suap tersebut diduga masuk ke kantong Ardian, Syukur, dan Sukarman

 Akibat perbuatannya, Andi Merya didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.