Johnson Panjaitan Ungkap Pola Permainannya:

Ada SP3 Tanpa Laporan, Tercium Bau Busuk Ulah Mafia Kasus Istri Sambo

Jakarta, law-justice.co - Pengacara Keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan mengatakan bahwa kasus yang sedang dihadapi saat ini bukan semakin terang benderang, malah terlihat mundur.

Johnson Panjaitan lebih jauh dia menerangkan, secara resmi kasus dugaan pembunuhan berencana ini baru masuk pelimpahan tahap pertama.

Baca juga : Kejagung-KPK Didesak Usut Rumor Korupsi Rafael Alun Rp3.000 Triliun

Akan tetapi dari segi waktu dirasakan cukup lama, tidak sesuai dengan apa yang dia dengar.

Dari yang awalnya pengungkapan ditarget kelar 17 Agustus 2022, kemudian mundur ke Oktober 2022.

Baca juga : Korporasi Milik Rekan Ferdy Sambo Diduga Terlibat Korupsi Timah

Johnson Panjaitan juga menyoroti langkah penyidik Mabes Polri yang melakukan tes uji kebohongan kepada lima tersangka.

Padahal kata Johnson Panjaitan, semua pihak sudah tahu kebohongan yang dilakukan oleh Sambo, PC dan teman-temannya.

Baca juga : Pengadilan Tinggi DKI Putuskan Rumah Istri Rafael Alun Dirampas Negara

Karena sudah masuk pro justicia, Johnson Panjaitan mengatakan seharusnya tidak diperlukan lagi tes kebohongan.

Dia lantas menyinggu, apakah hasil dari pengakuan yang diolah oleh mesin akan mengungkap kejujuran?

"Sudah pro justicia, tidak perlu pakai mesin. Katanya pakai mesin jujur gitu?” kata Johnson Panjaitan.

“Kalau jujur mah berkasnya cepat ke pengadilan. Tapi, ini pemainnya mengerikan dan bau busuk, mafia," ungkapnya.

Johnson Panjaitan lantas menuding jika jaringan pembela istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi terhitung profesional dalam keterlibatan masing-masing.

Mulai dari psikolog, aktivis, kuasa hukum, dikatakan Johnson Panjaitan bukan Lembaga dan orang sembarangan.

"Anda bisa bayangkan. Yang laporan pro justicia, yang dibuat, SP3,” kata Johnson Panjaitan.

Dalam kasus dugaan pelecehan ini kata Johnson Panjaitan, tidak ada yang melapor, tapi sudah keluar SP3.

“Ini tidak ada pelaporannya, tiba-tiba muncul skenario itu. Lewat rekonstruksi dan lewat Komnas HAM dan Komnas Perempuan," sebutnya.

Menurutnya, pembelaan bagi istri Ferdy Sambo ini sangat terorganisasi. Hal itu yang tidak terungkap teknik pengorganisasiannya.

Johnson menyayangkan kliennya yang sudah meninggal dunia, namun masih terus-menerus dituduh sebagai pelaku pelecehan seksual.

Padahal kata Johnson Panjaitan dari sisi hukum sudah jelas tuduhan tidak bakal masuk ke penuntutan.

Ponsel dan rekening Brigadir J belum ditemukan

Dugaan adanya sosok kuat di balik Ferdy Sambo masih jadi pembahasan publik, terutama pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J.

Mereka mengaku sampai saat ini dua alat bukti yang sangat penting milik Brigadir J tidak ditemukan.

Dua bukti tersebut dikatakan kuasa hukum Brigadir J, Johnson Panjaitan adalah soal ponsel dan rekening korban.

Dengan hilangnya dua alat bukti tersebut, Johnson Panjaitan menilai kasus kasus yang menyeret Irjen Ferdy Sambo, dianggap jalan di tempat.

"Tapi kode etik yang ditampilkan itu tidak transparan. Karena yang diperlihatkan adalah soal sidang dan hukumannya," terangnya di Mapolda DIY seperti dikuti dari suarajogja.id pada Senin (12/9/2022).

Johnson Panjaitan menilai, pelanggaran obstruction lebih berbahaya daripada pembunuhan berencana karena menyangkut nama besar Polri.

"Padahal ini obstruction ya. Obstruction ini jauh lebih berbahaya ketimbang soal pembunuhan berencananya itu. Karena ini menyangkut institusi," kata dia.

Dalam hal ini sangat disayangkan Johnson, lantaran transparansi dan akuntabel yang dikatakan Polri hanya menampilkan soal sidang dan pencopotan personel.

"Kita tidak hanya butuh hukuman yang berat untuk membersihkan," kata dia.

"Karena ini bukan cuma soal pembersihan, tapi juga soal institusinya," tambah dia.

"Pola-polanya bagaimana, dia melakukan obstruction of justice dan bagaimana berjaringan," ucapnya.

"Karena ini bukan oknum, saya khawatir juga kalau institusi. Tapi kalau jumlahnya 97, mau bilang bagaimana?" lanjut Johnson.

Apalagi dikatakan Johnson, yang melakukan tindakan pembunuhan berencana itu dilakukan oleh "polisinya polisi".

Secara substansial, masalah dalam kasus ini ada dua. Yang satu mengenai pelanggaran pasal 340 KUH Pidana dan kedua yakni bagaimana institusi ini terutama yang berhubungan dengan Satgasus.

"Dalam konteks Satgasus, ini jadi berlapis-lapis dan banyak tanda tanya. Kenapa tanda tanya? Pertama, sampai sekarang saya tidak mendapatkan rekening dan handphone. Padahal handphone itu juga rekening dan sebagainya kan," imbuhnya.

Menurut Johnson dua benda penting itu hilang karena adanya tindak menghalang-halangi penanganan hukum (obstruction of justice).

"Saya bukan hanya obstructionnya! Ngomong mau memberantas judi online, dapat, terbukti kan. Tapi kan praktiknya transfer-transfer. Kok tidak ada rekening gendut? Senjata bagaimana? Mengerikan loh," lanjut dia.