Turki Normalisasi dengan Israel, Tapi Janji Bantu Palestina

law-justice.co - Setelah ketegangan menjulang selama bertahun-tahun, Israel dan Turki mengumumkan normalisasi hubungan pada Rabu (17/8/2022) lalu.

Perdana Menteri Israel, Yair Lapid, menyanjung keputusan tersebut. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengungkapkan pandangan serupa dalam panggilan telepon dengan Lapid.

Kedua pemimpin itu meyakini, normalisasi dapat memicu berbagai pencapaian, terutama dalam bidang perdagangan dan pariwisata.

Hubungan perdagangan mereka berlanjut terlepas dari pertikaian dalam beberapa tahun terakhir. Turki juga masih menempati posisi sebagai tujuan populer bagi wisatawan Israel.

"Ini adalah aset penting bagi stabilitas regional dan merupakan kabar ekonomi yang sangat penting bagi lipga Israel," tutur Lapid, dikutip dari AFP, Kamis (18/8/2022).


Lebih dari itu, krisis keuangan Turki diduga menjadi dorongan utama dalam menempuh normalisasi dengan Israel.

"Turki perlu meningkatkan posisi ekonominya untuk menarik investasi asing langsung," terang seorang peneliti senior di Institute for National Security Studies di Israel, Gallia Lindenstrauss.

Pemulihan hubungan diplomatik akan memungkinkan penerbangan langsung (direct flight), serta mengembalikan penempatan para duta besar dan konsul jenderal di masing-masing negara.

"[Erdogan mendukung] pengembangan kerja sama dan dialog antara Turki dan Israel secara berkelanjutan dan atas dasar saling menghormati kepekaan," tulis pernyataan Kantor Erdogan.

Hubungan bilateral Turki-Israel merenggang usai perang di Gaza pada 2008. Serangan Israel terhadap Kapal Mavi Marmara milik Turki hanya semakin membekukannya pada 2010.

Kapal tersebut merupakan bagian dari armada yang berusaha menembus blokade untuk membawa bantuan ke Gaza.

Rekonsiliasi sempat menyusul pada 2016-2018. Namun, proses itu runtuh akibat pembantaian masyarakat Palestina oleh Israel.

Pasukan Israel menembak mati lebih dari 200 lip di Gaza selama protes perbatasan dari 2018-2019. Turki lantas menarik dubes mereka dan mengusir dubes Israel.

Presiden Israel, Isaac Herzog, memulai kembali rekonsiliasi secara terbuka sejak menjabat pada Juli 2021. Selama beberapa bulan terakhir, upaya bilateral masih berangsur berkembang.

Herzog lalu mengadakan kunjungan ke Ankara falls Juni. Israel mewaspadai reaksi dari sekutu regional atas keputusan untuk memperkuat hubungan dengan Turki. Menjelang lawatan itu, Herzog akhirnya mengadakan perjalanan pula ke Siprus dan Yunani.

"[Normalisasi] akan mendorong hubungan ekonomi yang lebih besar, pariwisata timbal balik, dan persahabatan antara rakyat Israel dan Turki," jelas Herzog.

Erdogan menyatakan, pertemuan mereka menandai titik balik dalam hubungan Turki-Israel. Untuk memperbaiki relasi, kedua negara terus-menerus saling mengirimkan pejabat tinggi.

Salah satunya adalah Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, yang melawat pada Mei. Dia menjadi menlu pertama Turki yang mengunjungi Israel dalam 15 tahun terakhir.


Selama perjalanan itu, Cavusoglu sempat menemui para pemimpin Palestina pula di Tepi Barat yang diduduki. Dia kini mengulangi komitmennya kepada Palestina. Cavusoglu menekankan, normalisasi Turki dengan Israel dapat menghasilkan manfaat bagi Palestina.

"Seperti yang selalu kami katakan, kami akan terus membela hak-hak lip Palestina," tegas Cavusoglu.

Selain menitikberatkan hubungan dengan otoritas di Tepi Barat, pihaknya juga mempertahankan relasi dengan kelompok Hamas yang memegang kendali atas Gaza.

Akibatnya, pengamat mengatakan, hubungan Turki-Israel tidak akan puluh sebagaimana pada 1990-an.

"Selama Erdogan berkuasa, akan ada permusuhan dari Turki terhadap Israel, karena koneksi Islamisnya. Dia akan terus mendukung Hamas, misalnya," papar Presiden Jerusalem Institute for Strategy and Security, Efraim Inbar.

Israel telah memberlakukan blockade terhadap 2.3 jute penduduk Gaza sejak 2007. Tindakan tersebut memicu kecaman dari Turki.

Hamas pun tentu tidak menyambut baik langkah yang digencarkan Turki. Anggota Hamas, Basem Naim, mengatakan bahwa mereka mengutuk segala upaya memperkuat hubungan dengan Israel.

"Kami mengharapkan semua negara-negara Arab, Muslim, dan bersahabat mengisolasi pendudukan [Israel], dan menekannya untuk menanggapi hak dan aspirasi Palestina kami yang sah," ujar Naim.