Kecanduan Paylater, Ancaman Tumpukan Utang Intai Milenial Indonesia

Jakarta, law-justice.co - Saat ini, layanan paylater (beli sekarang bayar nanti) terlihat semakin `ngetren` di masyarakat, terutama di kalangan milenial.

Namun, kemudahan yang diberikan paylater dikhawatirkan akan membuat tumpukan utang rumah tangga makin menggunung.

Setidaknya hal itu yang dikhawatirkan para ekonom dan pemerhati konsumen di AS.

Peneliti Harvard Kennedy School, Marshall Lux dalam studinya mengenai paylater baru-baru ini mengaku khawatir kemudahan yang ditawarkan bisa membuat utang meledak ketika situasi keuangan masyarakat memburuk.

"Dengan segala sesuatu yang terjadi dalam perekonomian, paylater tidak mendapat perhatian yang layak. Sementara itu, kaum muda dan orang-orang yang tidak memiliki rekening bank sangat dirugikan, berpotensi merusak skor kredit mereka selama bertahun-tahun," katanya.

Pengguna paylater yang kebanyakan gen Z dan milenial disebut tertarik pada layanan ini karena menghindari bunga kartu kredit, sejalan dengan tawaran bunga nol persen pay later untuk periode pinjaman tertentu.

"Tetapi, konsumen ini menjadi membeli lebih dari seharusnya (kemampuan mereka) dan mereka mengakui ini. Termasuk pembelian impulsif," terang dia mengingatkan.

Tanda bahaya lainnya, ia melanjutkan ketika orang-orang mulai menggunakan paylater untuk membeli barang-barang rumah tangga sehari-hari, seperti bahan makanan.

Lantas apakah kejadian di AS itu bisa terjadi di Indonesia?

Perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi Andy Nugroho mengatakan tumpukan utang akibat paylater juga bisa terjadi di Indonesia. Pasalnya, penggunaan paylater yang semakin tinggi bahkan untuk kebutuhan sehari-hari sering tidak diimbangi dengan pembayaran yang lancar.

Apalagi kata Andy, masyarakat banyak yang mulai menggunakan paylater untuk membeli kebutuhan sehari-hari karena penghasilan yang stagnan atau bahkan berkurang.

"Karena meminjam uang dari teman atau saudara kadang sedemikian susahnya, maka cara instan untuk bisa memenuhi kebutuhan kita adalah dengan menggunakan paylater," ujar Andy seperti melansir cnnindonesia.com.

Selain faktor itu, dia mengatakan banyak pengguna paylater yang awalnya menggunakan layanan tersebut untuk kebutuhan mendesak mulai memanfaatkannya untuk `bergaya` memenuhi gaya hidup.

Pengguna yang semula bisa memprediksi bisa membayar cicilan berubah menjadi hanya memikirkan yang penting kebutuhannya bisa terpenuhi.

"Sekali lagi hal tersebut terjadi karena masalah ekonomi dan di saat bersamaan ada fasilitas yang bisa digunakan untuk jadi solusi sementara jangka pendek," ujar Andy.

Sementara itu, Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini menilai jerat utang akibat penggunaan paylater tidak hanya mengintai masyarakat dengan penghasilan rendah tetapi juga yang tinggi.

Karena potensi itu, Mike menilai penggunaan paylater baik untuk penggunaan sehari-hari maupun karena konsumtif tidak tepat dan perlu dihindari.

"Penggunaan paylater untuk kebutuhan sehari-hari sebenarnya tidak tepat. Kemudian penggunaan untuk gaya hidup untuk konsumtif itu juga lebih tidak tepat. Enggak di Amerika, enggak di Indonesia, itu sudah enggak benar," ujar Mike.

Selain berpotensi menimbulkan prilaku konsumtif, dia mengatakan penggunaan paylater juga bisa memicu orang untuk menggantungkan hidup pada utang.

Penumpukan utang pada satu paylater akan membuat penggunanya mencari jalan pintas untuk menutupi utang dengan menggunakan paylater lainnya.

Mike mengatakan prosesnya yang cepat dan tidak selektif dalam memilih calon peminjam memang menjadi daya pikat bagi masyarakat yang sedang memiliki kebutuhan mendesak.

Namun, proses seleksi peminjam yang tidak ketat itu justru ia nilai bisa menjadi jebakan `Batman` bagi masyarakat sehingga membuat mereka jatuh dalam lilitan utang.

Maka dari itu, alih alih menggunakan paylater, Mike menyarankan masyarakat membeli kebutuhan hidup dengan uang tunai yang mereka punya. Masyarakat juga harus menata ulang pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari agar lebih hemat.

"Kalau misalnya untuk beli kebutuhan sehari-hari pakai apa karena enggak ada duit lagi. Kalau gitu, sebenarnya jawabannya bukan utang. Tetapi kebiasaan Anda menyiapkan kebutuhan rumah tangga itu yang harus diperbaiki," ujar Mike.