Marak Pelecehan Seksual, PBNU: Jangan Takut Sekolah di Pesantren!

Jakarta, law-justice.co - Akhir-akhir ini muncul fenomena pelecehan seksual di pondok pesantren di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun, tidak semua pesantren terlibat kasus pelecehan seksual.


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Choirul Sholeh Rasyid meminta agar para orang tua tidak khawatir. Sebab, pesantren itu memiliki visi yang baik untuk anak didik.

"Orang tua tidak perlu khawatir apalagi takut dengan berita-berita yang sedang marak di media ataupun di medsos. Tidak perlu khawatir apalagi takut, karena pondok pesantren adalah merupakan lembaga pendidikan alternatif, pesantren punya visi keinginan agar anak didik, saya katakan tidak terpengaruh pergaulan bebas," kata Choirul dilansir dari detikcom, Sabtu (9/7/2022).


Pesantren, katanya, memiliki perhatian yang baik kepada anak didik. Pesantren juga memiliki aturan dan mengajarkan nilai-nilai baik, munculnya kasus yang akhir-akhir ini ramai itu karena kesalahan pribadi, bukan karena pesantrennya.

"Jadi pesantren-pesantren itu memiliki perhatian khusus kepada anak didik yang sebetulnya sangat baik, contoh tertentu dia kan belajar, bagi yang pendidikan pesantren itu umumnya juga di dalamnya ada pendidikan formal selain madrasah juga ada SMP dan sebagainya. Pelajaran-pelajaran di dalamnya itu sangat baik, tidak hanya umum juga tentang agama, menjaga moral, menjaga akhlak, sangat baik," tegasnya.

Para orang tua juga bisa melindungi anak-anaknya dari pergaulan bebas. Pesantren diyakini sangat bagus sebagai pilihan untuk mendidik anak.

"Pesantren itu sangat bagus sebagai lembaga pendidikan alternatif yang menginginkan selamat dunia akhirat, tidak hanya dunia, tentu saja akhirat yaitu memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup, bahkan lebih karena hidup ini tidak hanya dunia tapi juga soal akhirat," tuturnya.

Beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren dalam kurun waktu 2021-2022. Berikut daftar kasusnya:

1. Kasus Herry Wirawan
Nama Herry Wirawan menjadi tidak asing jika bicara mengenai kasus pencabulan santriwati. Sebab, Herry Wirawan adalah pelaku pencabulan 12 santriwati di Pesantren Madani Boarding School.

Herry mengaku telah memperkosa santriwati-santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. Kasus ini pertama kali terbongkar pada Mei 2021, namun kasus ini tidak langsung terekspos di media dengan pertimbangan dampak psikologis dan sosial dari korban kebejatan Herry.

Karena aksinya itu, Herry dituntut mati oleh jaksa penuntut umum. Tapi, oleh Pengadilan Negeri Bandung divonis seumur hidup penjara.

Namun, jaksa saat itu banding dengan vonis itu. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Bandung mengabulkan permohonan jaksa dengan menjatuhkan vonis mati ke Herry Wirawan.


2. 34 Santriwati Dicabuli di Trenggalek
Kasus pencabulan ini terungkap sekitar September 2021, ketika salah satu korban menceritakan kejadian yang dialami kepada orang tuanya. Pelaku adalah seorang ustaz berinisial SM (34) di pesantren di Kecamatan Pule, Trenggalek.

pencabulan itu dilakukan pelaku di lingkungan pesantren. SM nekat melakukan pencabulan dengan alasan hubungan dengan sang istri kurang harmonis.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku berpura-pura memanggil santriwati yang menjadi incarannya. Korban diajak ke tempat sepi. Di lokasi tersebut, pelaku melakukan pencabulan terhadap korban.

SM kini sudah diadili. Dia divonis 18 tahun penjara karena mencabuli 34 santrinya.


3. Kasus Ponpes di Kulon Progo
Kemudian pada Desember 2021, kasus pencabulan kembali terjadi, saat itu pengasuh pondok pesantren Sirojan Muniro alias S di Kabupaten Kulon Progo, DIY, diketahui melakukan pencabulan ke santriwatinya. Korban berinisial AS berusia 15 tahun.


Hal itu terungkap saat orang tua korban mengetahui anak perempuannya sering dihubungi via WhatsApp oleh S yang merupakan kiai ponpes. Modusnya meminta dipijit oleh korban. Saat itulah S memegang alat vital korban.

Perbuatan S terkuak setelah korban curhat dengan temannya sesama santri di pondok. Curhatan itu selanjutnya dilaporkan ke petinggi pondok, Lurah Ponpes. Oleh Lurah Ponpes, AS disarankan bercerita ke orang tuanya hingga kemudian berlanjut laporan ke polisi.

Sirojan kini sudah divonis 8 tahun penjara. Sirojan juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.

4. Pengurus Ponpes di Sukabumi
Masih dalam kurun waktu 2022, seorang pengurus pesantren di Sukabumi berinisial WA (39) tega memperkosa tiga santriwatinya.

Kasus ini terungkap setelah salah satu korban menceritakan kejadian yang menimpanya kepada sang nenek. Kemudian cerita itu didengar oleh orang tua korban sampai akhirnya melapor ke polisi.

"Ada tiga korban, berusia 15, 17 dan 16 tahun," kata Kapolres Sukabumi AKBP Dedy Darmawansyah, Rabu (16/2/2022).

Pelaku melakukan aksi bejatnya di kawasan Kecamatan Purabaya. Salah satu korban mengaku dicabuli hingga 20 kali.

Pelaku melancarkan aksi bejatnya di lantai dua rumahnya. Korban diundang oleh pelaku dengan iming-iming akan membantu menyembuhkan sakitnya. Pelaku juga mengatakan akan membantu orang tua korban.

Saat ini pelaku ditahan di Polres Sukabumi.

5. Pencabulan di Ponpes Jambi
Kemudian, kasus pencabulan di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Batanghari, Jambi. Pelaku adalah pimpinan pesantren bernama M Nur Mamin (22).
Saat ditangkap, tersangka juga mengaku bahwa telah melakukan perbuatan cabul itu kepada santriwatinya. Dia mengakui seluruh perbuatannya.

"Saat saya datang ke rumah yang bersangkutan itu, yang bersangkutan memang mengaku sudah melakukan perbuatan cabul itu. Baik dengan cara mencium, memeluk, dan memegang bagian tubuh santriwatinya," kata Kapolres Batanghari, Jambi, AKBP M Hasan kepada detikcom, Kamis (17/2/2022)

Setelah mengakui perbuatan cabul itu terhadap santriwatinya, pimpinan ponpes tersebut kemudian dibawa polisi untuk dimintai keterangan. Saat ini pemilik ponpes itu juga sudah ditahan di Mapolres Batanghari.

6. Kasus di Ponpes Depok
Terbaru, ada kasus pencabulan di pondok pesantren Depok, Polda Metro Jaya bahkan sudah menetapkan tiga ustaz pesantren sebagai tersangka.

Korban berusia 8-11 tahun. Total ada 5 pelaku yang diduga melakukan perbuatan cabul itu, 4 di antaranya ustaz.

Kini polisi sedang mengusut kasus itu. Kasus tersebut kini sudah naik ke penyidikan.


7. Kasus Mas Bechi
Dan yang saat ini ramai adalah kasus dugaan pencabulan yang dilakukan Moch Suchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) di Pondok Pesantren Siddiqiyyah Jombang. Mas Bechi ini bahkan sempat dijadikan DPO oleh polisi.

Kasus pencabulan ini disebut sudah terjadi selama bertahun-tahun. Namun, baru kali ini Mas Bechi berhasil ditangkap kepolisian.

Penangkapan Mas Bechi juga berlangsung lama. Sebab, ketika petugas kepolisian menyambangi pesantren, para santri menghalangi petugas untuk masuk.

Ada dua korban yang sempat mengungkapkan perilaku bejat Mas Bechi. Pengakuan itu disampaikan korban dalam wawancara CNNIndonesia TV.

Yang pertama adalah korban 1. Korban 1 mengaku bahwa pemerkosaan itu terjadi pada 2017. Saat itu, tersangka mengaku memiliki ilmu metafakta yang diklaim tak bisa dijelaskan dengan nalar. Melalui dalih ilmu metafakta, tersangka memaksa korban 1 terus melepaskan pakaiannya meskipun sudah ditolak berulang kali.

Meskipun sudah ditolak berulang kali, akhirnya tersangka bisa melepaskan pakaian korban dan melakukan aksi bejatnya itu. Aksi bejat ini terjadi dua kali. Karena merasa sangat tertekan, akhirnya korban melaporkan kronologi kejadian tersebut kepada pimpinan pesantren.

Selanjutnya, ada korban 2 yang turut mengungkap ceritanya. Korban 2 awalnya mengaku menjalin hubungan asmara dengan Mas Bechi. Hubungan mereka berjalan selama hampir lima tahun. Pada 2012, saat usianya baru 15 tahun, ia mengaku dicabuli untuk pertama kalinya.

Empat tahun berselang, ketika korban hendak melepaskan diri dari Mas Bechi, ia justru mendapatkan ancaman dan dihajar oleh pelaku. Korban terus mendapat pemaksaan.

Korban 2 juga mengaku dipaksa menuruti nafsu Mas Bechi. Ia diajak tidur di sebuah hotel, kemudian di sana MSAT mengajak berhubungan badan bertiga atau `threesome`. Korban sempat menolak. Tetapi Mas Bechi langsung mengancam korban 2.

"Dia bilang, `Koen yo, ayo pengen tak anu maneh, tak ajar maneh,` gitu. Ya sudah saya mau nggak mau ya sudah saya gitu, main bertiga. Di situ sudah mulai nangis, saya nangis," tuturnya.

Usai kejadian, korban mencoba mencari perlindungan. Korban 2 jatuh hati pada salah seorang santri di pondok pesantren itu. Dia kemudian meminta bantuan kepada santri tersebut agar membantunya lepas dari Mas Bechi.

Sialnya, upaya ia diketahui Mas Bechi. Ia mengaku dijemput paksa oleh orang suruhan Mas Bechi dan dibawa ke sebuah tempat yang disebut Puri. Di Puri, Mas Bechi menghajar korban.

Akhirya korban 2 berhasil meloloskan diri dari Puri. Dia kemudian pergi jauh dari pesantren tersebut. Korban 2 berharap Mas Bechi diadili dengan hukuman maksimal.