Gugat Sri Mulyani, Hakim PTTUN Menangkan ASN Disabilitas yang Dipecat

Jakarta, law-justice.co - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta Pusat memenangkan gugatan seorang aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) penyandang disabilitas yang dipecat, DH, dalam gugatan melawan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Badan Pertimbangan ASN (BPASN).

Hakim dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta Pusat mengabulkan seluruh permohonan DH.

Tak hanya itu, Majelis Hakim PTTUN juga menyatakan Surat Keputusan (SK) pemecatan yang dikeluarkan Kemenkeu dan BPASN batal.

"Menyatakan batal surat Kemenkeu dan BPASN dan memerintahkan Kemenkeu dan BPASN untuk mencabut surat keputusan tersebut," kata kuasa hukum DH dari LBH Jakarta, Charlie Albahiji.

Sebagai informasi, sidang gugatan DH melawan Kemenkeu dan BPASN digelar secara terbuka. Namun, Majelis Hakim PTTUN tidak mengizinkan awak media untuk meliput.

Lebih lanjut, kata Charlie, Majelis Hakim PTTUN memerintahkan Kemenkeu dan BPASN merehabilitasi hak penggugat sebagai ASN di lingkungan Kemenkeu.

Hal ini dilakukan setelah dokter penguji kesehatan PNS menyatakan DH sudah bisa kembali bekerja di Kemenkeu.

"Setelah keputusan dari dokter, maka Kemenkeu wajib mempekerjakan DH mengembalikannya ke posisi di lingkungan kerja sebagai ASN," jelas Charlie.

Menurut Charlie, putusan ini menjadi kemenangan bagi DH dan penyandang disabilitas pada umumnya, khususnya terkait hak-hak mereka yang dijamin Undang-Undang Perlindungan Disabilitas.

"Jadi secara umum sih ini kemenangan buat DH dan lebih jauh lagi kemenangan buat para penyandang disabilitas," kata Charlie.

Sebelumnya, DH dipecat dari Kemenkeu karena dianggap melanggar absensi. Padahal, DH tidak masuk karena gangguan mental yang dialaminya.

DH didiagnosis menderita skizofrenia paranoid. Dia sempat pergi ke Sumatera atas tugas dari `tim` (tidak nyata) dan putus kontak dengan keluarganya.

Beberapa waktu kemudian, Kemenkeu menerbitkan SK pemberhentian DH karena masalah absensi.

Gangguan yang DH derita bertambah parah sebelum akhirnya keluarganya membawa dia untuk berobat dan didampingi psikiater.

Setelah keadaan membaik, DH melaporkan kondisinya ke Kemenkeu. Namun, dia justru diminta mengajukan banding ke BPASN.

Dia juga diminta mengembalikan uang ratusan juta rupiah karena dinilai melanggar perjanjian ikatan dinas saat mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Australia.

DH pun kemudian mengajukan banding ke BPASN dan meminta pertimbangan khusus karena telat menggugat.

Namun, BPASN menolak dengan alasan waktu banding sudah lewat dari 14 hari kerja sejak SK pemecatan itu dikirimkan ke keluarganya.