Soal Vonis Bebas Eks Bos OJK Kasus Jiwasraya, Kejagung Ajukan PK

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mengajukan upaya hukum peninjuan kembali (PK) terhadap vonis bebas eks Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fakhri Hilmi dalam kasus korupsi Rp16 triliun Jiwasraya.

Vonis yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) itu menggantikan putusan sebelumnya yakni delapan tahun penjara di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

"Jaksa Agung RI mempertimbangkan usulan penuntut umum untuk mengajukan upaya hukum yaitu peninjauan kembali," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (12/4).

Dia menyebutkan bahwa dalam putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, Fakhri telah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh JPU.

Baca juga : Menteri Keuangan Sri Mulyani Akui Bea Cukai Kadang Ganggu Kenyamanan

Namun, kata dia, putusan kasasi di tingkat MA malah membebaskan segala tuntutan hukum terhadap terdakwa.

Ketut membeberkan, putusan bebas itu usai ada salah satu perbedaan pandangan hakim dalam sidang (dissenting opinion) yang menilai bahwa Fakhri tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Baca juga : Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu, KPK Sita Uang Rp48,5 Miliar

"Dalam putusannya, hakim MA menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya karena berkesimpulan terdakwa FH telah melaksanakan standard operating procedure secara benar," jelasnya.

Jaksa beranggapan bahwa jika Fakhri sebagai petinggi di OJK melaksanakan tugas sesuai SOP, maka kerugian negara akibat tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu tidak akan terjadi.

Meski divonis bebas, jaksa masih menilai bahwa Fakhri tidak memberikan sanksi secara tegas atas hasil pengawasan keuangan yang dilakukan terhadap perusahaan pelat merah itu hingga mengakibatkan kerugian selma 10 tahun.

Ketut menuturkan bahwa saat ini kejaksaan akan melakukan pengkajian secara utuh atas putusan kasasi tersebut sebelum mengajukan PK.

Dia merujuk pada Pasal 30C huruf H Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang menegaskan bahwa jaksa dapat mengajukan PK.

"Dalam rangka untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali, kejaksaan akan terlebih dahulu mempelajari dan mengkaji putusan tersebut setelah menerima putusan lengkapnya dari Mahkamah Agung (MA)," tandas dia.

Sebagai informasi, putusan bebas Fakhri dibacakan pada 31 Maret 2022 oleh Ketua Majleis Hakim Desnayeti dan dua hakim anggota; Soesilo dan Agus Yuniarto.

Salah satu pertimbangan MA memvonis bebas Fakhri yakni, berdasarkan peraturan OJK Nomor 12/PDK.02/2014, Fakhri dalam kedudukannya sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A telah menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya sesuai SOP yang ada dan diatur dalam peraturan tersebut.

Sehingga, majelis berpendapat bahwa pada pokoknya Fakhri tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Namun, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari Hakim ad hoc, Agus Yuniarto. Menurut Agus, Fakhri terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara ini.