Akal-Akalan Suap Impor Besi dan Baja

Bancakan Cuan Kran Impor Besi & Baja di Kemendag

Jakarta, law-justice.co - Kasus dugaan korupsi impor besi baja masih bergulir di Kejaksaan Agung. Hingga kini Kejagung telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk dari kalangan pengusaha yang melakukan impor besi baja tersebut pada kurun waktu 2016-2021.  Dugaannya ada kartel dan praktik suap dalam penentuan perusahaan pengimpor.

Tak cukup melakukan pemeriksaan saksi, Kejaksaan Agung juga menggeledah Kementerian Perdagangan pada 22 Maret 2022. Dari sana, jaksa penyidik menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya bukti elektronik berupa PC, laptop dan ponsel, dokumen surat penjelasan dan persetujuan impor (PI) terkait impor besi baja, serta uang tunai senilai Rp63.350.000

Baca juga : Kejagung Bisa Sita Harta Sandra Dewi, Ini Alasannya

Sepekan kemudian, Kejagung kembali melakukan penggeledahan untuk mendalami kasus ini. Kali ini Kementerian Perindustrian yang menjadi sasarannya.

Penggeledahan di Kemenperin persisnya dilakukan di Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE).

Baca juga : Menteri Keuangan Sri Mulyani Akui Bea Cukai Kadang Ganggu Kenyamanan

Penyidik memborong sejumlah dokumen elektronik untuk dianalisa.

Penggeledahan di dua Kementerian itu dilakukan menyusul peningkatan status penanganan perkara tersebut yang kini menjadi penyidikan. Ini artinya, Jaksa menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam kasus itu.

Baca juga : Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu, KPK Sita Uang Rp48,5 Miliar

“Banyak hal yang kita dapat dari hasil geledah itu, ada yang jadi alat bukti,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi.


Tim Kejagung melakukan penggeledahan di kantor Kemendag terkait kasus impor besi dan baja (Dok.Kejagung)

Menurut Supardi, salah satu yang didalami Kejagung dalam kasus ini adalah dugaan penyelewengan aturan main dalam impor besi baja, pada kurun waktu 2016-2021.

Duhaan penyelewengan yang dimaksud adalah proses keluarnya surat penjelasan (sujel) atau pengecualian perjanjian impor di Kementerian Perdagangan.

Ini adalah "surat sakti" yang memungkinkan impor baja tersebut dapat terealisasi. Dan sujel itu diterbitkan Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag atas dasar permohonan importir.

Namun yang mencurigakan adalah, impor baja tersebut salah satunya dilakukan untuk mendukung kebijakan Pembangunan Strategis Nasional (PSN) 2016-2017.

Program tersebut terhenti pada 2017, namun impor baja terus dilakukan hingga 2021.

"PSN itu kan sudah lewat, tapi kok masih bisa impor, ada apa?" ujar Supardi.

Sementara di Kementerian Perindustrian, penyidik Kejagung fokus pada penetapan kuota impor yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut.

Meski sudah memeriksa sejumlah saksi dan menggeledah sejumlah tempat, hingga kini Kejaksaan Agung belum menemukan modus dari korupsi ini.

Meski muncul dugaan adanya suap atau kongkalikong antara pengusaha impor dan pihak kementerian, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, hingga kini penyidik belum sampai pada kesimpulan tersebut.

"Kami masih mendalami kasus ini," ujar Ketut pada Law-Justice.co

Kejaksaan Agung juga belum menghitung kergan negara dalam kasus ini, pun dengan tersangkanya.

"Karena ini masih penyidikan umum, tersangka juga belum ada, kalau sudah ada tersangka pasti ada kerugian negara," tambah Ketut.

Stempel Misterius Impor Baja
Menurut data Badan Pusat Statistik, angka impor baja di Indonesia dalam 20 tahun terakhir, jumlahnya jumlahnya mengalami pasang surut. Angka terendah terjadi pada 2016 yakni sebesar 325,9 ton.

Dan angka impor tertinggi terjadi pada 2013, yakni sebesar 1.316 ton dalam setahun.

Dan negara pengimpor besi baja terbanyak masih dipegang oleh Tiongkok, kemudian disusul Jepang dan Singapura.

Jika kita menilik pada kasus dugaan korupsi impor besi baja dan produk turunannya pada 2016 hingga 2021, data BPS menunjukkan, angka impor komoditi tersebut terus naik tiap tahunnya.

Di mana pada 2016, baja impor yang masuk ke Indonesia sebanyak 325,9 ton, setahun berikutnya pada 2017 naik menjadi 542,3 ton, pada 2018 kembali naik menjadi 623,9 ton, pada 2019 naik lagi menjadi 697,3 ton, pada 2020 sempat mengalami turun di angka 655,8 ton.


Tim Kejagung lakukan penggeledahan kasus impor besi dan baja di Kantor Kemendag (Dok.Kejagung)

Mengacu pada angka tersebut, menujukkan bahwa kegiatan impor besi dan baja di Indonesia terus berlangsung tiap tahunnya. Dan bisa jadi jumlah impor tersebut juga termasuk impor baja yang diduga dilakukan dengan penyelewengan aturan main.

Untuk memastikan hal tersebut, kami mencoba mengonfirmasi kepada Kementerian Perdagangan. Salah satu hal yang hendak kami pertanyakan adalah mengenai mekanisme keluarnya surat penjelasan (sujel) atau pengecualian perjanjian impor, yang memungkinkan impor besi baja tersebut terjadi.

Kemendag dan Kemenperin Bungkam

Kami sudah berkomunikasi dengan salah satu staf humas Kementerian perdagangan dan kami diminta mengirimkan surat permohonan wawancara beserta daftar pertanyaannya.

Surat tersebut kami kirimkan pada Senin (4/4/2022) dan ditujukan kepada Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Kuar Negeri, Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang.

Namun hingga laporan ini ditulis, yang bersangkutan tidak merespon surat kami. Sementara staf humas Kemendag tersebut mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Maaf mas, kami belum mendapat arahan (untuk menindaklanjuti surat permohonan wawancara yang dikirimkan)," ujar staf humas Kemendag melalui pesan singkat WhatsApp kepada law-justice.co.

Sementara Kementerian Perindustrian setali tiga uang. Senin (4/4/2022) kami juga sudah mengirimkan surat permohonan wawancara beserta sejumlah pertanyaan yang mengiringinya.

Salah satu pertanyaan yang kami ajukan adalah mengenai penetapan kuota impor, serta mekanisme untuk mendapatkannya. Hal ini menjadi penting, karena diduga disana ada permainan, sehingga impor illegal tersebut bisa dilakukan.

Surat tersebut diterima oleh salah satu staf humas Kementerian Perindustrian dan diteruskan ke Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin, Feby Setyo Hariyono.

Pada Jumat (8/4/2022) Kementerian Perindustrian membalas surat kami. Namun tak ada satupun pertanyaan yang kami ajukan dijawab. Dalam surat yang menggunakan kop rurat resmi Kementerian Perindustrian tersebut, disebutkan bahwa, Kemenperin mendukung sepenuhnya penanganan kasus dugaan korupsi impor besi baja yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.

Selain itu disebutkan juga Kemenperin senantiasa bersikap kooperatif terhadap keperluan penyidikan. Sementara tak ada satupun pernyataan yang terkait dengan posisi Kemenperin dalam kasus tersebut.

"Kami mengusulkan kepada saudara untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung apabila ingin mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan kasus tersebut," begitu bunyi surat yang ditandatangani Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin, Feby Setyo Hariyono itu.

Tak mendapatkan jawaban dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, kami mencoba menelusuri keluarnya "surat sakti" impor baja tersebut ke perusahaan impor yang disebut oleh Kejaksaan Agung terlibat dalam kasus ini.

Surat Sakti Perusahaan Pengimpor Besi dan Baja
Enam perusahaan tersebut adalah PT Jaya Arya Kemuning, PT Duta Sari Sejahtera, PT Intisumber Bajasakti, PT Prasasti Metal Utama, PT Bangun Era Sejahtera, dan PT Perwira Adhitama.

Kemi mencoba menghubungi enam perusahaan tersebut, untuk mengonformasi keterlibatan mereka dalam kasus ini. Namun tak satupun yang mau memberikan keterangan atau sekadar memberikan tanggapan.

"Mohon maaf kami tidak bisa memberikan keterangan apa-apa, silakan tanya ke Kejaksaan Agung," begitu ucap salah satu staf dari PT Intisumber Bajasakti yang kami hubungi.

Enggannya pihak kementerian dan pihak perusahaan membuka mulut membuat kasus ini masih gelap. Dan kini kita semua mengandalkan Kejaksaan Agung untuk membuka tabir dugaan korupsi dalam kasus impor besi baja ini.

Tantangan untuk Kejaksaan Agung
LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menduga, kasus dugaan korupsi dalam impor besi baja ini sudah terjadi sejak lama, namun baru terbongkar oleh Kejaksaan Agung baru-baru ini.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, ada sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Salah satunya adalah penentuan kuota impor oleh Kementerian Perindustrian.

Menurut Badiul, penunjukkan kuota impor oleh Kemenperin tidak bisa dilakukan dengan mudah. Ada sejumlah tahapan yang harus dilewati, misalnya rapat dengar pendapat dan sejumlah mekanisme pengambilan keputusan di internal.

Karena itu ia menduga, ada sejumlah pihak di internal kementerian yang "bermain" dan mengambil keuntungan dalam kasus dugaan korupsi impor besi baja ini.


Nilai impor besi dan baja berdasarkan data BPS (Dok.BPS)

"Dalam perjalanannya kita juga menjumpai ada banyak sekali kasus kasus impor ini penyalahgunaan wewenang pejabat pejabat di masing-masing level," ujar Badiul pada Law-Justice.co.

Lebih lanjut, Badiul mengatakan, upaya kongkalikong antara pejabat di kementerian dengan para pengusaha, untuk memuluskan impor illegal ini sangat mungkin terjadi. Sebab banyak hal yang terkait dengan aktifitas impor, sehingga sulit sekali menyatakan kasus ini berdiri sendiri.

"Kalau kita bicara soal impor, kita bicara soal kartel, kita bicara soal mafia dan bermacam lainnya. Cara ini tidak bisa berdiri sendiri, pasti melibatkan eksternal maupun internal kementerian," sambung Badiul.

Untuk itu, ia menyarankan akan menteri terkait memang kendali semua bawahannya, dan melakukan evaluasi berkala untuk meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi di kementerian yang ia pimpin. Hal ini, menurut Badiul, adalah sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan oleh pemerintah, utamanya Presiden Joko Widodo.

Namun mungkinkah para menteri ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi impor besi ini? Hal tersebut dijawab oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan Kejagung juga akan memeriksa Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian agar kasus ini menjadi benderang.

"Kalau penyidik membutuhkan, nanti ditunggu aja (pemanggilan menteri) kalau ada pemeriksaan," kata Ketut.

DPR Duga Ada Kartel Impor Baja dan Besi
Saat ini kejaksaan agung sudah memeriksa beberapa saksi dalam kasus dugaan suap impor besi dan baja, diantaranya pejabat dari Kementerian Perdagangan dan juga beberapa dari pihak korporasi.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi menyebut bila terkait kasus impor besi dan baja ia sudah mencurigai sejak lama.

Sekaligus membuktikan kecurigaan Komisi VII, selain itu kata Bambang Komisi VII memang mempersoalkan maraknya impor besi dan baja.

"Kasus impor besi dan baja yang saat ini diungkap oleh Kejaksaan Agung membuktikan bahwa apa yang menjadi kecurigaan kami terbukti nyata dan bukan hanya sekedar isapan jempol," kata Bambang kepada Law-Justice.

Politisi Gerindra tersebut mengatakan bila sejak awal Komisi VII DPR meyakini bahwa maraknya impor besi dan baja ke Indonesia memang terencana dan bukan kebetulan.


Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten. ANTARA - ASEP FATHULRAHMAN

Selain itu ia mencurigai ada permainan kartel yang ingin mengambil untung besar. Apalagi kebutuhan besi dan baja untuk ke depan akan sangat besar dengan adanya rencana pemerintah membangun Ibu Kota Negara.

Ia menegaskan, Komisi VII DPR akan terus mendalami persoalan melubernya impor besi dan baja ini melalui panja agar menjadi terang benderang.

Sebab, industri besi dan baja dalam negeri produktivitasnya menurun tajam akibat perilaku oknum-oknum yang ingin meraup untung dari impor.

"Kita memiliki bahan baku besi dan baja yang melimpah di Indonesia, namun ironisnya semakin hari impor makin besar. Ini tidak sejalan dengan semangat presiden Jokowi yang ingin memperkuat industri besi dan baja dengan memanfaatkan bahan baku dalam negeri," tuturnya.

Ia juga menyatakan bila Komisi VII akan menelusuri lebih dalam terkait problematika impor besi dan baja melalui panja.

Ia menyebut bila panja ini akan mengungkap sampai tuntas, membuka tabir gelap impor besi dan baja.

"Panja akan bekerja sama dengan semua pihak terkait, baik BPK, kementerian terkait serta aparat penegak hukum," ungkapnya.

Selain itu, Bambang menyebut saat ini kondisi baja nasional dihadapkan pada permasalahan tingginya impor baja.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap kasus tindak pidana korupsi impor besi dan baja di kawasan berikat menjadi perhatian pihaknya selama ini.

Oleh karena itu, Habiburokhman meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Ia menyebut Kejaksaan harus mengusut semua pihak yang terlibat, karena ini pasti merupakan jaringan mafia impor besi dan baja.

"Ini tidak bekerja sendiri dan sangat mungkin melibatkan oknum-oknum yang memiliki kewenangan terkait proses impor," kata Habiburokhman kepada Law-Justice.

Politisi Partai Gerindra tersebut menilai perilaku tersebut sangat merugikan negara.

Apalagi, terkait isu mafia impor besi dan baja sudah cukup lama terdengar, bahkan sudah ramai dibicarakan di DPR.

Ia meminta Kejaksaan Agung tidak pandang bulu dalam menyelidiki kasus impor besi dan baja tersebut.

"Kami akan mengawal kasus ini, karena sudah sangat meresahkan. Kami juga mengapresiasi Jampidsus yang telah bekerja untuk melakukan pengusutan masalah yang berpotensi merugikan negara kita," ungkapnya.

Industri Baja Nasional Tergerus Mafia Impor
Mengutip data BPS, volume baja impor sampai kuartal 3 tahun 2021 tercatat sebesar 4,3 juta ton atau naik 20 persen dibanding periode yang sama tahun 2020, sebesar 3,6 juta ton.

"Dari peningkatan tersebut porsi impor terbesar merupakan baja rolled coil yang mencapai 1,33 juta ton atau mengalami kenaikan 63 persen dibanding tahun 2020 yang hanya 812 ribu ton," ungkapnya.


Data Impor Besi dan Baja dalam 10 tahun terakhir (Dok.BPS)

Bambang menyebut, terjadinya peningkatan impor baja yang tidak terkendali tersebut akan berdampak pada tingkat utilisasi industri baja nasional.

Oleh karena itu, ia menegaskan bila Komisi VII DPR bersama pemerintah dan pihak terkait akan mencari penyebab dan solusi atas masalah tersebut.

“Kami memang ada Panja Pengawasan Bahan Baku Industri, namun untuk produk baja ini kita agendakan setelah produk pangan terlebih dahulu," ungkapnya.

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman menyebut adanya dugaan skenario otak pelaku kasus mafia impor besi yang sedang disidik Kejaksaan Agung yang akan mengorban hanya pegawai biasa.

Ia menyebut dari lokasi yang dilakukan penggeledahan, tampaknya tim penyidik telah menemukan banyak barang bukti.

Hal itu sebagai tambahan dari alat bukti yang telah dimiliki sebelumnya, yaitu ketika prosesnya masih tahap penyelidikan.

Ia Pun mendorong kepada Kejaksaan Agung untuk berani menangkap otak dalang pelaku tersebut dan jangan hanya menangkap pegawai biasa.

"Tentu harapan publik tim Pidsus Kejagung mampu mengungkap siapa saja yang terlibat, termasuk otak pelakunya, serta jaringannya,” kata Yusri kepada Law-Justice.

"Tangkap dalangnya jangan hanya kroconya saja," sambungnya.

Yusri menyatakan bila perbuatan oknum pelaku ini sangat mengancam perekonomian nasional dan membuat negara menjadi ketergantungan pada impor serta sangat merugikan produsen industri baja dalam negeri.

Untuk itu ia mendesak kepada Kejagung untuk menghukum seberat beratnya bagi otak pelakunya di elit kementerian.

"Lazimnya dari eselon satu," tegasnya.


Industri baja nasional milik Krakatau Steel yang kini terancam bangkrut (Dok.Krakatau Steel)

Yusri memaparkan bila Kejaksaan Agung tidak bisa mengungkap siapa otak pelakunya, maka Kejaksaan Agung telah gagal.

Terutama ujar Yusri menjalankan amanat Presiden Jokowi untuk melawan mafia impor yang berada di Kementerian terkait.

"Kalau tidak sanggup ya Kejagung gagal," paparnya.

Industri Baja Nasional Mati Perlahan

Sedangkan peneliti INDEF Andry Satrio Nugroho merasa prihatin dengan masih tingginya angka impor baja. Apalagi selisih harga jual antara baja impor dan baja produksi dalam negeri cukup jauh.

Jika hal ini dibiarkan, lanjutnya, tentu berdampak buruk terhadap industri baja dalam negeri.

“Impor baja yang cukup tinggi ini tentu ini menjadi salah satu hal yang patut diwaspadai oleh pemerintah dan kalangan industri,” ujar Andry kepada Law-Justice.

Untuk itu Andry mengusulkan, agar para produsen baja di Tanah Air meminta kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) guna melakukan penyelidikan terkait dengan maraknya baja impor dan dugaan terjadinya praktek dumping.

“Saya rasa ini jadi salah satu kewenangan yang perlu pemerintah lakukan untuk melindungi industri baja dalam negeri, sehingga kita bisa melihat pemerintah serius melindungi industri domestik yang saat ini berada di fase pemulihan,” ujar Andry.

Menurut dia, industri baja yang merupakan industri strategis banyak mengalami tekanan akibat maraknya baja impor. Kondisi ini akan menimbulkan kerugian yang pada akhirnya berdampak terhadap kinerja perusahaan.

“Jangan sampai industri melakukan efisiensi dan pada akhirnya merumahkan atau mengurangi karyawannya,” sambung Andry.

Andry juga berharap pemerintah bisa memberikan perhatian terhadap permohonan perpanjangan Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) khususnya produksi baja I dan H Section yang mengalami kerugian serius akibat impor barang sejenis.

Perpanjangan BMTB, tegas Andry, setidaknya bisa menanggulangi dampak yang dirasakan oleh produsen industri baja dari penurunan kinerja perusahaan.

Menurutnya, berbagai perlindungan tersebut sangat mendesak dilakukan. Sebab, selain berdampak terhadap industri baja dan para karyawan, juga berimbas terhadap penerimaan negara melalui pajak.

“Padahal, penerimaan pajak yang berasal dari industri (baja) ini menjadi salah satu yang cukup besar ketimbang pajak dari sektor lainnya,” pungkasnya.

Law-Justice sudah mencoba menghubungi perusahaan yang juga digeledah oleh Kejaksaan Agung. yakni PT Duta Sari Sejahtera.

Namun sampai saat ini pihak perusahaan belum merespon terkait dugaan kasus impor besi dan baja di Kejaksaan Agung.

Data yang diperoleh Law-Justice, Konsumsi baja nasional Indonesia kembali meningkat setelah sebelumnya sempat turun di tahun 2020 akibat dampak pandemi COVID-19.

Permintaan selama semester I tahun 2021 tercatat meningkat menjadi 6,7 juta ton atau naik sekitar 36% dari permintaan di periode yang sama tahun 2020 yang hanya 4,9 juta ton.

Produksi domestik dan ekspor meningkat sekitar 12,5%, sementara ekspor menurun sekitar 25% di semester I tahun 2021. Grafik konsumsi baja dari tahun 2016 sampai tahun 2020 dan perbandingan di periode semester I tahun 2021 dibandingkan semester I tahun 2020. (Gambar terlampir di file konsumsi baja).

Laporan BPK Soal Industri Baja Nasional
Dalam laporan hasil audit IHPS Semester II tahun 2017 BPK menemukan adanya keuangan belanja barang yang dibeli belum/ tidak dimanfaatkan senilai Rp437,73 miliar dan US$52,14 juta, antara lain proyek revitalisasi direct reduction plant (DRP) zero reformer PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. senilai Rp363,05 miliar dan US$20,14 juta belum dioperasikan karena harga beli pelat (slab) lebih murah di pasaran dibandingkan dengan apabila memproduksi sendiri.

Dalam laporan itu Badan Pemeriksa Keuangan menemukan PT KS harus mengeluarkan biaya lebih besar senilai Rp41,11 miliar dan US$688,28 ribu atas pembelian gas
alam PT Perusahaan Gas Negara (Persero) dari PT KDL, akibat Pertamina EP tidak dapat memenuhi kebutuhan gas alam PT KS. Selain itu, penyelesaian pembangunan
proyek hot strip mill 2 terhambat karena kondisi keuangan PT Krakatau Engineering yang tidak sehat

Namun, nampaknya masukan dari BPK tidak digubris oleh Manajemen Krakatau Steel. Proyek pabrik baja berbasis teknologi blast furnace ini sudah diinisiasi 10 tahun lalu, namun sampai saat ini belum terealisasi.

Kontribusi Laporan : Rio Rizalino, Ghivary Apriman