PBB Resmi Jadikan 15 Maret Jadi Hari Internasional Melawan Islamofobia

Jakarta, law-justice.co - Tanggal 15 Maret dideklarasikan Sidang Umum Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) atau United Nation (UN) sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia.

Penetapan tersebut disampaikan melalui akun Twitter United Nation, @UN.

Baca juga : PBB: Butuh 14 Tahun Bersihkan Gaza dari Puing Imbas Agresi Israel

"#UNGA proclaims 15 March the International Day to Combat Islamophobia. (UNGA mendeklarasikan 15 maret sebagai Hari Internasional memerangi Islamofobia)."

"General Assembly calls for strengthened international efforts to foster global dialogue on promotion of culture of tolerance & peace, based on respect for human rights & for diversity of religions & beliefs. (Majelis Umum menyerukan penguatan upaya internasional untuk mendorong dialog global tentang promosi budaya toleransi dan perdamaian, berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keragaman agama dan keyakinan)," sambung cuitan tersebut.

Baca juga : Palestina Dibatalkan Kembali keaggotaanya Oleh Amerika di PBB

Resolusi tersebut diusung perwakilan dari Pakistas yang berbicara atasa nama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Pemilihan 15 Maret sebagai Hari Perlawanan tehadap Islamofobia, bertepatan dengan momen serangan terhadap jemaat Salat Jumat pada 2019 lalu yang dilakukan teroris bersenjata di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru. Dalam peristiwa berdarah tersebut menewaskan 51 orang dan melukai 40 lainnya.

Baca juga : Indonesia Sesalkan Veto AS Jegal Palestina Masuk DK PBB

Perwakilan Pakistan untuk PBB, Munir Akram, mengatakan Islamofobia telah menjadi "realita" yang terus meningkat di berbagai belahan dunia.

Islamofobia sendiri merupakan sikap atau perasaan fobia terhadap (agama) Islam dan umat Islam atau Muslim.

"Tindakan-tindakan seperti diskriminasi, kebencian dan kekerasan terhadap Muslim --baik individu maupun komunitas-- mengarah pada pelanggaran serius atas hak-hak asasi mereka (Muslim), dan melanggar kebebasan mereka untuk beragama dan berkeyakinan," ungkap Akram di depan peserta sidang di Aula Pertemuan Sidang Umum PBB.

Sikap Islamofobia menurut Arkan semakin mengarah pada bentuk baru rasisme terhadap umat Muslim.

"Ini khususnya mengkhawatirkan belakangan ini, karena telah muncul sebagai bentuk baru rasisme yang tercirikan lewat xenofobia (kebencian/ketakutan pada hal yang asing), pandangan negatif dan stereotip (prasangka subyektif) terhadap Muslim," sambungnya.

Resolusi tersebut juga menyepakati adanya kekhawatiran mendalam terhadap kenaikan kasus-kasus diskriminasi, intoleran dan kekerasan, terlepas dari siapa pun pelakunya, yang ditujukan kepada komunitas agama-agama dan keyakinan di seluruh dunia.

Dalam resolusi ditegaskan, bahwa terorisme tidak bisa dan tidak boleh diasosiasikan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau etnis mana pun.