Olimpiade Musim Dingin Beijing, China Gunakan Salju Buatan

Jakarta, law-justice.co - Otoritas China disebut menggunakan salju buatan untuk gelaran Olimpiade Musim Dingin Beijing yang tengah berlangsung hingga 20 Februari mendatang.

Akibat peningkatan suhu bumi, jumlah salju yang ada berkurang sehingga tak dapat diandalkan sepenuhnya memenuhi kebutuhan berbagai macam olahraga musim dingin selama olimpiade berlangsung.

Baca juga : Satelit China ini Ungkap Kehancuran Gaza Lampaui Nagasaki

China pun harus bergantung 100 persen pada salju buatan.

Wilayah di sekitar area permainan luar ruangan mengalami kekeringan luar biasa di musim dingin ini.

Baca juga : Wacana Sawah Padi China Satu Juta Hektare di Kalimantan Tak Masuk Akal

Selain itu, cuaca dan geografis China terutama Beijing memang cocok untuk olahraga salju.

Rata-rata hujan salju tahunan di Yanqing dan Zhangjiakou, tempat diadakannya Olimpiade Musim Dingin, hanya mencapai 20 sentimeter.

Baca juga : Apriyani/Fadia Mundur di Babak 16 Besar China Masters

Perusahaan Italia, TechnoAlpin, terpilih untuk memproduksi salju bagi empat area luar ruangan yang dipakai selama Olimpiade Musim Dingin Beijing.

"Kami sangat bangga untuk menyampaikan kami adalah satu-satunya perusahaan yang menyediakan sistem pembuat salju untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022," kata manajer area TechnoAlpin Asia, Michael Mayr kepada CNN.

Mayr mengatakan ini merupakan pertama kalinya hanya satu perusahaan yang diberikan tugas untuk menyediakan salju dalam Olimpiade Musim Dingin.

TechnoAlpin juga menyampaikan, mereka mulai mengirim alat dan mesin lengkap untuk membuat salju, seperti generator salju yang digerakkan oleh kipas dan menara pendingin, ke Beijing pada 2018.

Meski dapat menyediakan salju, cuaca Beijing tak cukup dingin untuk membekukan air.

Menurut laporan Slippery Slopes yang dipimpin oleh Loughborough University di London, hampir seluruh cuaca Beijing di Februari dalam 30 tahun terakhir berada di atas titik beku.

Sementara itu, area Yanqing dan Zhangjiakao memiliki suhu yang lebih dingin, dengan rata-rata temperatur tertingginya mencapai di atas titik beku, dan temperatur terendahnya mencapai -10 derajat Celsius di malam hari.

"Ada kemajuan teknologi baru-baru ini yang memungkinkan terjadinya pembentukan salju saat berada di atas titik beku," jelas Jordy Hendrikx, direktur Laboratorium Salju dan Longsor di Universitas Negeri Montana.

Namun, salju yang dibuat "bukan salju `halus dan lembut` yang mungkin Anda pikirkan, ini jauh lebih padat dan tidak terlalu lembut."

"Anggap saja seperti versi lebih mewah dari pembuat es di kulkas Anda," lanjut Hendrikx.
Selain itu, diperlukan lebih banyak energi dan air untuk membuat salju.

"Tentu saja kita membutuhkan banyak energi saat cuaca semakin panas," ujar Mayr dari TechnoAlpin.

Laporan Slippery Slopes juga menuturkan salju sebanyak 1,2 juta meter3 diperlukan untuk menutupi area kompetisi seluas 800 ribu m2. Ini membuat air yang digunakan dalam Olimpiade Musim Dingin sangat banyak.

Komite Olimpiade Internasional memprediksi sebanyak 49 juta galon air diperlukan untuk memproduksi salju untuk ajang olahraga. Jumlah ini cukup besar mengingat persediaan air di Bumi semakin menipis.

Jumlah ini setara dengan 3.600 air kolam renang di belakang rumah, atau jumlah air minum sehari untuk hampir 100 juta orang.

Bumi yang semakin panas membuat alam tak lagi bisa memproduksi salju yang cukup untuk mengadakan Olimpiade Musim Dingin. Namun, memaksakan Olimpiade menggunakan salju buatan dan malah berdampak pada Bumi juga harus dipikirkan kembali.

Salju buatan manusia membutuhkan banyak energi dan air, mengingat iklim Bumi semakin hangat. Beberapa atlet juga menuturkan olahraga menjadi lebih sulit dan tak aman bila menggunakan salju buatan.

Pemain ski asal Prancis, Clement Parisse, mengatakan salju buatan menjadi sangat licin dan dingin, membuatnya harus berhadapan dengan tantangan tambahan.

"Jika pipa super untuk (olahraga) gaya bebas dibuat dengan mesin pembuat salju di musim yang buruk, dinding pipa menjadi padat, es vertikal dan lantai pipa menjadi padat," ujar pemain ski gaya bebas dari Skotlandia, Laura Donaldson.

"Ini berbahaya untuk atlet, beberapa dari mereka meninggal."