Kilang Minyak Pertamina Bikin Jokowi `Emosi`, ini Penyebabnya

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekesalannya saat mengetahui proyek kilang di Tuban yang digarap PT Pertamina (Persero) sempat tertunda.

Proyek ini merupakan proyek pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery/GRR), di mana pembangunannya merupakan bentuk kerja sama antara Pertamina bersama perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, berlokasi di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Baca juga : Begini Respons Pertamina soal Heboh Isu Pertalite Dihapus dari SPBU

Jokowi mengungkapkan, di balik awal mula Rosneft ingin berinvestasi bersama Pertamina, namun tak disambut dengan cepat oleh Pertamina. Malah sekarang baru terealisasi 5%.

"Pertamina sudah bertahun-tahun yang namanya Rosneft di Tuban ingin investasi. Sudah mulai, saya ngerti Rosneftnya ingin cepat, tapi kitanya gak pengen cepat," jelas Jokowi dalam siaran di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).

Baca juga : Ini Alasan Pertamina Ingin Hapus Pertalite Menjadi Pertamax Green

"Ini investasinya besar sekali, Rp 168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ujar Jokowi lagi sambil menarik nafas panjang.

Turut hadir dalam pengarahan itu antara lain Menteri BUMN Erick Thohir, Komisaris Utara Pertamina Basuki Tjahaja Purnama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi.

Baca juga : Pertamina akan Tahan Harga BBM Hingga Paruh Pertama 2024

Menurut Jokowi, mandeknya proyek kilang ini, karena berbagai alasan. Salah satunya pemerintah diminta untuk membangun sejumlah infrastruktur yang bisa menghubungkan kepada proyek tersebut.

Kendati demikian, alasan mendasar proyek ini tertahan, menurut Jokowi, bukan karena permintaan pembangunan infrastruktur itu. Tapi, karena budaya bisnis yang dijalankan Pertamina tersebut tidak pernah berubah, atau hanya mengerjakan proyek sesuai rutinitas saja.

"Alasannya ada saja, minta kereta api lah, minta jalan tol lah. Baru mulai berapa persen Rp 5 triliun itu, 5% aja belum ada, gak ada masalah kok. Memang fasilitas seperti itu, pemerintah yang harus membangun, gak ada masalah," jelas Jokowi.

"Ini ada masalah karena ini, tapi kan problemnya bukan itu. Problemnya comfort zone, zona nyaman, zona rutinitas itu yang ingin kita hilangkan. Masih senang dengan comfort zone, udah gak bisa lagi," tuturnya.

Tak jauh dari proyek tersebut, kata Jokowi ada pula proyek yang lagi-lagi Pertamina lelet untuk mengeksekusi proyek kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI).

Malah, proyek itu sudah ada sejak dirinya pertama kali dilantik menjadi presiden periode pertama pada 2014 silam. Dan proyeknya saat ini, meski sudah jalan, namun belum rampung.

"Di dekatnya lagi ada TPPI juga sama, investasinya US$ 3,8 miliar. Juga bertahun-tahun ini sudah sebelum kita ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga," kata Jokowi mengungkapkan kekesalannya.

Di hadapan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Jokowi bercerita bahwa saat itu ia sampai membentak Dirut Pertamina sebelumnya karena lelet melakukan eksekusi.

Padahal, menurut Jokowi, jika TPPI sudah berhasil dibangun, akan menjadi solusi bagi Indonesia untuk mensubstitusi barang-barang impor, sehingga neraca transaksi Indonesia tidak membengkak.

"Sehingga waktu Bu Dirut, saya ke sana yang terakhir, Bu Dirut cerita itu ya saya bentak itu karena memang benar, diceritain hal yang sama gitu lho," ungkapnya.

"Saya nggak mau dengar cerita itu lagi, saya sudah dengar dari cerita dirut-dirut sebelumnya. Saya blak-blakan, memang biasa," kata Jokowi sambil menarik nafas panjang lagi.

Jokowi juga bercerita bahwa sudah dilakukan tender sebanyak dua kali di proyek tersebut. Namun hasilnya begitu-begitu saja. Dirinya menegaskan bahwa selalu memantau perkembangan proyek TPPI.

Jokowi memastikan, begitu proyek TPPI ini rampung maka Indonesia bisa mengurangi impor dalam jumlah yang sangat besar, terutama yang berkaitan dengan petrokimia dan produk turunannya.

"Kita itu penginnya neraca transaksi berjalan kita baik, neraca perdagangan baik, impor nggak banyak, karena kita bisa produksi sendiri, karena kita punya industrinya, kita punya mesinnya, kita punya bahan bakunya. Kok nggak kita lakukan, malah impor, itu yang saya sedih," jelas Jokowi dengan suara paraunya.

Oleh karena itu dia heran kenapa proyek sebagus itu tidak dieksekusi dengan cepat. Padahal Pertamina akan mendapatkan keuntungan dari situ. Negara pun dapat keuntungan dari subtitusi impornya yang pada akhirnya membuat neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan membaik.


Mengenai Kilang GRR di Tuban dan TPPI


Sebagai gambaran, proyek kilang baru (Grass Root Refinery/ GRR) Tuban, Jawa Timur yang terintegrasi dengan petrokimia. Berdasarkan agenda pembangunan, direncanakan perusahaan proyek Kilang Tuban akan beroperasi pada Juni 2027.

Target ini mundur enam bulan dikarenakan negara tempat asal kontraktor yang melakukan desain teknis (engineering design) dan licensor terjadi karantina wilayah akibat pandemi Covid-19. Sementara pembahasan Final Investment Decision (FID) sudah dilakukan kick off meeting pada bulan April lalu.

Adapun kapasitas produksi Kilang Tuban mencapai 300.000 barel per hari (bph) dengan kualitas Euro 5. Adapun belanja modal (capital expenditure/ capex) proyek ini diperkirakan mencapai sebesar US$ 13,5 miliar atau sekitar Rp 194,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US), lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sekitar US$ 16 miliar atau sekitar Rp 230,4 triliun.

Kepemilikan saham PT KPI 55% dan Rosneft Singapore 45%. Kemudian produk yang dihasilkan 12,8 juta kilo liter (kl) per tahun meliputi avtur 1,49 juta kl, diesel 5,2 juta kl, RON 92 5,95 juta, RON 95 0,16 juta kl

Sementara PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) merupakan perusahaan yang diakuisisi oleh Pertamina pada akhir 2019 lalu.

PT TPPI, unit usaha PT Pertamina (Persero), menargetkan penyelesaian Proyek Revamping Platforming dan Aromatik senilai US$ 180 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$) bisa tercapai pada awal 2022, sehingga pada kuartal I-2022 ini diharapkan kilang bisa beroperasi penuh.