Arteria PDIP Minta Penegak Hukum Tak Di-OTT, Novel: Belajar di Mana?

Jakarta, law-justice.co - Mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan melontarkan pernyataan menohok untuk menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tak seharusnya menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan korupsi.

Lewat akun twitter pribadinya, dia mengaku bingung kepada ada anggota DPR RI yang memiliki pikiran seperti itu.

Baca juga : PDIP Sebut Jokowi dan Anak Mantunya Bagian dari Masa Lalu Partai

"Sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya. Mau korupsi atau rampok uang negara bebas," kata Novel dalam akun twitter @nazaqistsha, Jumat (19/11).

"Kok bisa ya anggota DPR berpikir begitu? Belajar di mana," lanjut Novel.

Baca juga : Akhiri Konflik Dua Negara, Hamas Siap Letakkan Senjata, Ini Syaratnya

Pernyataan Novel itu membalas tweet mantan penyelidik KPK, Aulia Postiera, yang menyebarluaskan pemberitaan berisi pandangan Arteria yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya di-OTT karena mereka simbol negara di bidang penegakan hukum.

Aulia melalui akun twitter @paijodirajo menilai pandangan Arteria tersebut ngawur. Hal itu, menurutnya, tak jauh berbeda dengan sejumlah pihak tertentu yang membangun fitnah bahwa ada taliban di KPK.

Baca juga : Mobil Jeep Rubicon Milik Mario Dandy Tidak Laku Dilelang, Ini Sebabnya

"Argumentasi-argumentasi ngawur terkait OTT ini seperti sengaja dibangun seperti saat dulu mereka membangun fitnah bahwa ada taliban di KPK yang berakibat adanya revisi UU KPK dan pemecatan pegawai dengan dalih TWK [Tes Wawasan Kebangsaan] abal-abal. Semua pejabat takut terkena OTT karena ketika tertangkap enggak bisa berkelit lagi," ujar Aulia.

Mantan penyelidik KPK lainnya, Rieswin Rachwell, melemparkan satire terhadap pernyataan Arteria. Rieswin bilang seharusnya semua pejabat-- tak hanya aparat penegak hukum-- adalah simbol negara sehingga tidak boleh di-OTT. Sebab, jika ditangkap, akan mengganggu pembangunan.

"Lebih mudah tidak OTT daripada menyuruh jangan korupsi. Inilah wawasan kebangsaan pancasila anti-taliban," ujar Rieswin.

OTT menjadi salah satu keunggulan KPK dalam memberantas korupsi. Melalui metode tersebut, KPK berhasil menangkap hakim dan jaksa selaku penegak hukum serta bisa membongkar kasus dugaan korupsi.

Salah satu peristiwa yang sempat membuat heboh publik adalah penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar pada Oktober 2013 lalu. Saat itu, Novel terlibat ke dalam tim yang menggelar OTT.

Sampai saat ini, tepatnya pada kepemimpinan era Firli Bahuri Cs, OTT masih menjadi strategi KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi.

Sebelumnya, Arteria mengatakan polisi, jaksa, dan hakim yang bertugas di Indonesia tidak seharusnya menjadi objek OTT kasus dugaan korupsi. Ia menilai aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.

"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi daring bertajuk `Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?` pada Kamis (18/11).

UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sendiri mengatur secara rinci soal Simbol Negara.

Dalam konstitusi dan UU tersebut Simbol Negara terdiri dari Bendera Negara Indonesia yang adalah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara yakni Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

Tak ada jabatan tertentu menjadi Simbol Negara, sekali pun presiden.