Nadiem Didesak Dengarkan Aspirasi Umat Islam soal Permendikbud

Jakarta, law-justice.co - Polemik Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS).

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu`ti meminta kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mengakomodasi aspirasi umat Islam. "Sebaiknya Mendikbud mengakomodasi aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam," kata Abdul dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (12/10/2021).

Baca juga : Ini Respons Muhammadiyah Soal Sikap Anies dan Ganjar

Abdul menegaskan Muhammadiyah masih bersikap sama tetap menolak aturan tersebut. Meski demikian, ia masih berupaya untuk melakukan komunikasi ke Nadiem agar aturan tersebut bisa direvisi.

"Sambil berusaha melakukan komunikasi. Komunikasi ke Mendikbud, agar beliau bisa merevisi," kata Mu`ti.

Baca juga : Seragam Sekolah SD SMP dan SMA Ala Nadiem Makarim Di Rombak ,Duit Lagi

Terpisah, Nadiem menyatakan bakal sowan ke berbagai pihak dalam beberapa bulan ke depan demi mendapat masukan usai Permendikbudristek 30/2021 menuai polemik di tengah masyarakat.

"Semua masukan itu, kami dalam beberapa bulan ke depan, kami pasti akan datang dan sowan ke berbagai macam pihak dan mengerti kalau mereka punya kekhawatiran," kata Nadiem dalam diskusi Merdeka Belajar episode 14 `Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual` yang berlangsung virtual, Jumat (12/11/2021).

Baca juga : Muhammadiyah Tetapkan Lebaran Besok

Pihaknya juga akan berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya kalangan dosen serta mahasiswa untuk mendengarkan masukan seputar Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Meski demikian, Nadiem menepis anggapan penyusunan Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak dilakukan secara terbuka.

Ia menerangkan penyusunan Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi telah melalui proses penyusunan teks regulasi, uji publik, hingga harmonisasi yang melibatkan berbagai macam unsur yang berkepentingan.

Aturan itu pun, kata dia, merupakan regulasi yang penyusunannya memakan waktu lama hingga 1,5 tahun.

Sebelumnya, Muhammadiyah meminta agar Nadiem mencabut aturan tersebut. Muhammadiyah menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Tak hanya Muhammadiyah, beberapa Ormas Islam lain seperti Majelis Ormas Islam (MOI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menolak Permendikbud tersbeut.

Bahkan, MUI melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa yang digelar kemarin menilai, Permendikbud sebetulnya bertujuan baik, demi mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun, aturan tersebut malah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

Sementara, sejumlah aktivis HAM membela Permendikbud itu sebagai jaminan terhadap rasa aman dan perlindungan bagi pihak yang potensial menjadi korban atau pun korban kekerasan seksual di kampus.

Salah satu kontroversi itu disebabkan Permendikbud itu tidak sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, MUI juga menilai materi muatan dalam Permendikbud tersebut juga dinilai bertentangan dengan syariat, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undang lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.