Kemenag Bukan Hadiah tapi Keharusan, karena Dasar RI Ketuhanan YME

Jakarta, law-justice.co - Mantan Wakil Presiden yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla (JK) ikut memberikan komentar soal pernyataan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kementerian Agama (Kemenag) hadiah untuk Nahdlatul Ulama (NU). Dia membantah pernyataan Menag tersebut

“Itu bukan hadiah. Itu adalah keharusan karena kita negeri ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hingga tentu semua agama sangat penting untuk dilindungi,” kata JK dalam keterangannya, Senin, 25 OKtober 2021.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

JK mengatakan, Kemenag hadir bukan hanya untuk NU, tapi semua agama dan organisasi keagamaan yang dinaungi pemerintah.

Pernyataan kontroversial Yaqut berawal adanya perdebatan kecil di kementerian ketika mendiskusikan soal Kementerian Agama. Yaqut memiliki keinginan untuk mengubah logo atau tagline Kementerian Agama `Ikhlas Beramal`.

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Sebab ia menilai, tidak ada yang ditulis melainkan dalam hati “Ikhlas kok ditulis, ya ini menunjukkan nggak ikhlas," kata Gus Yaqut.

Perdebatan berlanjut menyoal sejarah asal usul Kementerian Agama. Yaqut menyebut tentang ustaz yang ketika itu tidak setuju jika Kementerian Agama harus menaungi semua agama.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

"Ada yang tidak setuju, `Kementerian ini harus Kementerian Agama Islam` karena Kementerian agama itu adalah hadiah negara untuk umat Islam. Saya bantah, bukan, `Kementerian Agama itu hadiah negara untuk NU`, `bukan untuk umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU`. Nah, jadi wajar kalau sekarang NU itu memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kementerian Agama karena hadiahnya untuk NU," ucapnya.

Lebih lanjut, Yaqut menjelaskan terkait sejarah berdirinya Kementerian Agama karena pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

Menurut dia, tokoh-tokoh NU ketika itu berperan penting sebagai juru damai usai tujuh kata yakni `Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya` dihapus dalam Piagam Jakarta.