Israel Bakal Bangun 1355 Pemukiman Baru Yahudi di Tepi Barat

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Israel mengumumkan rencana pembangunan hingga 1.355 rumah baru Yahudi untuk menjadi pemukiman di Tepi Barat yang telah diokupasi dari Palestina sejak Perang 6 Hari 1967.

Rencana yang diumumkan pada Minggu (24/10) itu menarik kecaman dari warga Palestina, aktivis perdamaian, dan negara tetangga: Yordania.

Baca juga : Prabowo: Barat Standar Ganda soal Ukraina-Palestina!

Pengumuman pembangunan pemukiman baru itu disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Israel Naftali Bennet. Lebih dari seribu rumah Yahudi baru itu akan menambah pemukiman sebelumnya yang berjumlah lebih dari 2.000 rumah.

Seperti melansir cnnindonesia.com, Menteri Perumahan Israel Zeev Elkin mengeluarkan pernyataan bahwa, "Demi memperkuat kehadiran Yahudi (di Tepi Barat) yang penting bagi visi Zionis."

Baca juga : Hamas Siapkan Jebakan Jika Israel Menyerang Rafah

Secara keseluruhan setidaknya ada 475 ribu Yahudi Israel yang tinggal di Tepi Barat--yang mana ilegal merujuk pada hukum internasional karena tanah itu diklaim sebagai teritorial Palestina meskipun Israel mengklaim telah merebutnya.

Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh dalam rapat kabinet mingguan pekan lalu telah menyerukan kepada negara-negara dunia, terutama Amerika Serikat (AS) di bawah kepresidenan Joe Biden untuk mengonfrontasi agresi pemukiman Yahudi yang mengusir rakyat Palestina. Apalagi, sambungnya, ambisi pembangunan pemukiman Yahudi oleh Israel itu selalu menjadi penghambat solusi dua negara dalam mengatasi konflik bertahun tersebut.

Baca juga : Akhiri Konflik Dua Negara, Hamas Siap Letakkan Senjata, Ini Syaratnya

Dari negara jiran, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Haitham Abu Al-Ful mengutuk pengumuman itu sebagai `pelanggaran hukum internasional`. Haitham mengatakan pembangunan pemukiman dan "penyitaan" umum tanah Palestina adalah sebuah kebijakan tak sah dari Israel.

Aktivis anti-okupasi, Peace Now, menyatakan pengumuman pembangunan pemukiman Yahudi yang dilakukan Bennet itu menunjukkan ideologinya tetap sama saja dengan Perdana Menteri sebelumnya, Benjamin Netanyahu. Mereka pun menuntut Bennet menghentikan kebijakan tersebut.

"Pemerintahan ini jelas sekali melanjutkan kebijakan de fakto aneksasi Netanyahu," demikian pernyataan resmi Peace Now.