Soal RUU PKS, LBH Jakarta Minta Baleg DPR Libatkan Partisipasi Publik

law-justice.co - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melibatkan partisipasi publik secara luas dalam pembahasan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Pelibatan publik bertujuan agar RUU PKS yang berkali-kali mandek di DPR itu dapat mengakomodasi kepentingan kelompok yang selama ini menjadi objek kekerasan seksual.

Baca juga : Padamkan Kebakaran di Kantor YLBHI, Seorang Petugas Damkar Meninggal

"Badan Legislatif DPR-RI segera membuka seluas-luasnya ruang partisipasi publik dengan melibatkan secara aktif korban, pendamping, kelompok masyarakat dan ahli yang konsisten mendorong pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual," demikian bunyi petikan siaran pers resmi LBH Jakarta, dikutip Sabtu (4/9/2021).

LBH Jakarta memberikan 16 catatan penting terhadap draf terbaru RUU PKS, antara lain mereka menyoroti dihapusnya tindak pidana perbudakan seksual dan tindak pidana pemaksaan perkawinan.

Baca juga : Breaking News: Kebakaran Kantor LBH Jakarta

Berikutnya, dihilangkannya ketentuan mengenai pemaksaan aborsi. Di samping, tidak ada tindak pidana kekerasan berbasis gender online.

"Badan Legislatif DPR-RI (agar) mendengarkan, mempertimbangkan dan mengimplementasikan masukan yang komprehensif dari berbagai kalangan yang mempunyai visi besar untuk mencegah serta menghapuskan kekerasan seksual melalui RUU PKS," bunyi permintaan LBH Jakarta.

Baca juga : Kantor LBH Jakarta Terbakar, Lima Mobil Pemadam Berjibaku

Awal pekan lalu, Baleg DPR RI menggelar rapat pleno penyusunan draf RUU PKS. Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengatakan RUU PKS merupakan usul sekaligus inisiatif Baleg yang sudah disetujui masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 pada 14 Januari 2021.

Terdapat sejumlah perubahan dalam draf anyar RUU PKS yang terdiri atas 11 bagian atau bab dan 40 pasal itu. Di antaranya, judul yang semula Penghapusan Kekerasan Seksual diganti menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kemudian Bab II RUU ini mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam setiap pasalnya.

Pertama, jenis tindak pidana yaitu pelecehan seksual. Kedua, pemaksaan memakai alat kontrasepsi. Ketiga, Pemaksaan Hubungan Seksual.

Keempat, eksploitasi seksual. Dan Kelima, Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain.