Oknum TNI Diduga Aniaya Anak di NTT, Sekujur Tubuh Disundut 15 Rokok

Jakarta, law-justice.co - Anak berusia 13 tahun berinisial PS disebut mengalami penyiksaan yang diduga dilakukan oleh dua prajurit TNI yang berdinas di wilayah Kodim 1627 Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Serka AODK dan Serma MSB.

Serma MSB bertugas sebagai Babinsa di Koramil 1627/03-Batutua sedangkan Serka AODK adalah staf di Binpers Kodim 1627 Rote Ndao.

Baca juga : Termasuk Eks Anak Buah Prabowo, 19 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat

Diduga dua prajurit TNI aniaya anak NTT yang masih di bawah umur itu karena menuduhnya mencuri telepon seluler (ponsel).

Ibu Korban, Ati Seuk-Hanas saat mendampingi PS di ruang perawatan RSUD Ba`a pada Sabtu (21/2) sore menceritakan bahwa anaknya PS mengalami penyiksaan dari oknum anggota TNI yang menuduh anaknya mencuri telepon seluler.

Baca juga : Satu Anggota Meninggal Tersambar Petir di Mabes TNI Cilangkap

Menurut Ati, anaknya mengalami penyiksaan yang dilakukan Serka AODK dan Serma MSB. Penyiksaan tersebut diduga seperti disundut rokok menyala ke sekujur tubuh korban.

"Mereka bakar dengan api rokok 15 batang", kata Ati seperti melansir cnnindonesia.com.

Baca juga : Alumni Akmil 1999-Senior 1 Tingkat AHY, Ini Sosok Jenderal Termuda TNI

Selain disundut rokok, lanjut Ati, korban juga dipukul menggunakan bambu di kedua tangannya. Korban juga mengalami kekerasan pada bagian kemaluannya.

"Abis (setelah itu) dong (para tersangka) campur odol, lilin baru bakar ini anak (korban) punya kemaluan. Campur lilin dan odol dan petek (pemantik) baru mereka bakar (di kemaluan)", katanya.

Cerita Ati dibenarkan korban, PS, bahwa dia mengalami penyiksaan yang dilakukan dua anggota TNI Kodim 1627 Rote Ndao Serka AODK dan Serma MSB di rumah Serma MSB.

"(Kedua Anggota TNI) Bakar pakai lilin, itu pak tentara (yang membakar), (bakar) satu kali", katanya.

Berdasarkan pengakuan ayah PS, Joni Seuk, korban yang masih duduk di bangku kelas IV SD itu dijemput Serka AODK dan Serma MSB di rumahnya sejak Kamis (19/8) malam pukul 19.00 Wita, lalu dibawa ke rumah Serma MSB di Kelurahan Metina.

Korban baru dipulangkan Kamis tengah malam. Dan diduga saat itu korban mulai mendapat penganiayaan, karena dituduh mencuri telepon seluler.

Tak berhenti di situ, keesokan harinya pada Jumat (20/8) saat korban bermain di pantai Ba`a, korban kembali didatangi oleh Serka AODK untuk diinterogasi.

Tetapi kejadian tersebut tidak diceritakan PS kepada kedua orangtuanya saat itu juga.

Joni menceritakan pada Jumat malam sekitar pukul 19.00 Wita, Serka AODK bersama beberapa orang lainnya kembali mendatangi rumah mereka untuk menjemput PS.

"Saat itu PS ketakutan dan bersembunyi dalam lemari di kamarnya," kata Joni.

Serka AODK lalu menemukan korban yang bersembunyi itu, lalu sempat menganiaya korban di kamar hingga mulutnya berdarah.

Joni dan istrinya menyaksikan penyiksaan itu, dan mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika PS kembali dibawa. Sabtu dini hari, lanjut Ati, PS diantar Serma MSB dan Serka AODK ke rumahnya dalam keadaan telanjang.

Saat diantarkan tersebut, kata Ati, Serka AODK memaksa PS menunjukkan tempat menyembunyikan telepon seluler yang dituduhkan telah dicuri itu.

Tapi, saat itu PS kebingungan dan itu memancing amarah Serka AODK yang kemudian menganiaya PS di depan kedua orangtuanya.

"Anak kami terpaksa mengaku bahwa dia yang ambil handphone karena sudah tidak tahan dengan penganiayaan itu. Sampai di rumah anak kami bingung mau ambil handphone di mana, karena bukan dia yang ambil," tutur Ati. "Lalu mereka bawa dia (korban) lagi ke rumah MSB."

Sabtu (21/8) pagi sekitar pukul 09.00 Wita barulah korban dipulangkan dua orang kerabat Serka AODK. Dan, sesampai di rumah korban langsung pingsan sehingga langsung dilarikan ke RSUD Ba`a untuk mendapat pertolongan medis.

Dua prajurit TNI aniaya anak NTT itu kini dikabarkan sudah ditahan. Danrem 161 Wirasakti Kupang, Brigjen TNI Legowo WR Jatmiko menegaskan akan menindak tegas kedua oknum anggota tersebut.

Walaupun proses adat dan seluruh biaya perawatan korban ditanggung pihak Kodim 1627 Rote Ndao, tapi proses hukum tetap dilaksanakan.