Akibat Covid-19, 11 Ribu Lebih Anak di Indonesia Kehilangan Orang Tua

Jakarta, law-justice.co - Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyebut ada 11 ribu anak di seluruh Indonesia kehilangan orang tua yang meninggal akibat terpapar virus corona (Covid-19). Jumlah itu masih bisa bertambah seiring pandemi yang belum usai.

"Itu secara nasional 11 ribu lebih. Jadi ini pasti akan terus bertambah, dengan sekarang meningkatnya (Covid-19) di luar Jawa," kata Alissa di sela-sela acara vaksinasi massal, Alana Hotel & Convention Center, Sleman, DIY, Rabu (18/8).

Baca juga : Fadel Muhammad Dicecar KPK Soal Kurang Bayar di Kasus APD Covid-19

Alissa tidak merinci 11 ribu itu anak-anak yang kehilangan ayah, ibu atau ayah dan ibu sekaligus.

Alissa menyebut tidak sedikit pula kasus anak-anak yang kehilangan kedua orang tua dalam waktu berdekatan. Seperti kejadian yang menimpa sepasang suami istri atau kiai dan nyai pembina Gusdurian Banjarnegara belum lama ini. Mereka meninggal dunia dan meninggalkan empat orang anak.

Baca juga : Jokowi Naikkan Tunjangan Bawaslu Jelang Nyoblos, Alissa Wahid Heran

Contoh Lain terjadi di Sumenep, Jawa Timur. Seorang anak berusia 12 tahun kehilangan ayah dan ibunya hanya dalam durasi sepekan. Ada pula anak yang harus kehilangan orang tua sejak lahir.

"Dipaksakan untuk melahirkan, bayinya selamat tapi ibunya nggak selamat. Itu banyak. Itu juga harus dihitung, masih bayi benar-benar," ujarnya.

Baca juga : Gusdurian Sindir Dalih Pilpres 1 Putaran dan Anggaran Bansos yang Naik

Alissa mengatakan anak-anak yang ditinggal orang tuanya beruntung dengan budaya keluarga besar di Indonesia. Banyak dari mereka yang kini diasuh oleh sanak saudaranya meski bukan saudara kandung.

"Tapi kan anak-anak ini trauma kehilangan orangtuanya dalam waktu sangat singkat, nggak sempat say goodbye," ujar dia.

Alissa menilai pendampingan psikologis perlu diberikan kepada anak-anak yang kehilangan orang tua di tengah pandemi Covid-19. Gusdirian juga sudah berupaya memberikan pendampingan kepada anak-anak tersebut.

"Kalau yang SD bener-bener yang paling kita (perhatikan), anak-anak 7-12 tahun. Itu matanya kosong, bener-bener orang yang syok, linglung," kata Alissa.

Gusdurian mengamini bahwa pemerintah sudah cukup responsif menyikapi masalah anak-anak yang ditinggal orang tuanya karena Covid-19. Kementerian Sosial, kemudian jajaran provinsi, dan kabupaten/kota sudah melalukan pendataan untuk ditindaklanjuti.

Namun, pemberian bantuan dari pemerintah biasanya terkendala masalah birokrasi. Sementara bantuan dari warga tergolong jangka pendek.

"Masalahnya kalau yang dari masyarakat itu biasanya (bantuan) umurnya pendek. Karena tidak berbasis lembaga, mereka ayo collecting uang untuk membantu gitu, udah. Begitu selesai ya selesai. Kalau ada kejadian lain mereka akan pindah tidak akan menyumbang ke situ," imbuhnya.