Pakar Sebut Pendidikan dan Core Intelligence Bangsa Menurun

law-justice.co - Abdul Malik, Pakar Pendidikan Tinggi Narasi Institute mengatakan Indonesia memerlukan politik pendidikan dan strategi kebudayaan yang jelas. Saat ini diakui rendahnya capaian pendidikan bangsa disebabkan perjalanan sektor pendidikan tidak memiliki panduan dan arah besar.

"Harus diakui, selama 76 tahun Indonesia merdeka pendidikan lebih baik dibandingkan era kolonialisme, namun bila dibandingkan dengan turki yang PDB tidak jauh dengan Indonesia, pendidikan turki jauh lebih berkembang dibandingkan Indonesia, " ujar Abdul Malik.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

Abdul Malik memandang pendidikan kita memiliki persoalan laten dimana disparitas akses pendidikan antara 5% kelas miskin terbawa dan 5% kelas kaya teratas terjadi ketimpangan yang sangat besar.

"Potensi disparitas akses pendidikan kita antara kelas miskin dan kaya juga sangat terjadi gapnya. PR pendidikan kita semakin banyak sejak terjadi pandemi. Kita tidak ada politik pendidikan yang jelas, kita tidak punya tujuan kebudayaan yang jelas. Kita mengalami middle income trap yang cukup lama selama 15 tahun. Reformasi yang kita bayar mahal hasilnya hanya seperti ini (sangat rendah) terutama dalam bidang pendidikan," ujar Abdul Malik

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Abdul Malik merasa revolusi sosial mungkin terjadi bila ketimpangan tidak diatasi secara serius.

"Saya dari dulu tidak percaya di Indonesia akan terjadi revolusi sosial, tapi sekarang saya melihat potensi itu ada, potensi disparitas itu mesti dijembatani baik secara ekonomi, sumber daya manusia harus secara serius dipikirkan. Para elite politik yang jumlahnya tidak lebih dari 10 harus duduk bersama untuk menyelamatkan Bangsa Indonesia bila mau hindari revolusi sosial," kata Abdul Malik.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Taufik Bahaudin, Kepada Center Pengembangan Talenta dan Brainware UI mengatakan bahwa karena cara berfikir pemimpin salah maka manajemen pengelolaan negara tidak termanage dengan baik.

"Belum ada manajemen yang baik dalam pengelolaan negara saat ini karena cara berfikir para pemimpinnya salah. Dalam penanganan covid sudah diberi anggaran yang besar tetapi tidak termanage dengan baik. Seorang pimpinan seharusnya menjadi seorang pemimpin yang cerdas, mesti memiliki mentalitas seorang pemimpin jujur, amanah, punya ketrampilan, punya ilmu yang mumpuni. Leader melihat dari sudut pandang yang berbeda dari orang kebanyakan. Leader mampu memilih staffing yang baik untuk menjalankan agenda nya. Contoh KPK, membuat TWK yang bermasalah, ini sudah bermasalah dari pimpinannya. Kalau bangsa ini bergerak ke sisi yang negatif maka pemimpinnya yang telah membawa bangsa ini ke arah yang negatif," kata Taufik Bahaudin.

Taufik Bahudin ingin pemimpin kedepan adalah pemimpin yang kompeten dengan solusi yang out of the box untuk mengatasi krisis bangsa akibat pandemi COVID19 saat ini.

"Kedepan, pemimpin kita harus kompeten, orang dengan IQnya jongkok sangat susah disadarkan bahwa dirinya tidak kompeten. untuk melakukan perubahan bahkan kita perlu untuk melakukan usaha rakyat bersama (power) untuk mengingatkan tentang situasi yang terjadi. Banyak PR yang saat ini kita miliki tapi itu tidak membuat kita untuk menyerah, dan itu semua bisa kita lakukan jika kita memperbaiki kualitas SDM kita. Perlu Konsolidasi para elite untuk memperbaiki kondisi bangsa Kita saat ini. Semoga hal tesebut terjadi," ujar Taufik Bahudin yang juga senior Aktivis Universitas Indonesia.