Krisis Lebanon Lumpuhkan Semua Sektor, BBM Langka Bikin Warga Anarkis

Lebanon, law-justice.co - Krisis ekonomi di Lebanon semakin mengkhawatirkan. Terbaru, negara yang memiliki simbol Pohon Cedar itu mengalami kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang membuat warga di negara itu melakukan beberapa aksi nekat dengan mengadang truk tangki BBM.


Kelangkaan BBM ini sempat membuat kelumpuhan di beberapa sektor, seperti pasokan listrik. Hal ini membuat warga mulai menyita truk minyak untuk mendapatkan BBM.

Baca juga : Waspada, Pertalite dan Solar Hilang di Pasaran pada September Kenapa?

Menurut pimpinan Asosiasi Perusahaan Pengimpor Minyak di Lebanon, Georges Fayyad, perusahaan minyak masih urung untuk mengirim bensin atau solar karena bingung menentukan harga bahan bakarnya. Sejauh ini pemerintah negara itu memang belum menetapkan harga pasti.


"Bank sentral mengatakan bahwa mereka akan mengadopsi nilai tukar pasar gelap yakni 20.000 pound Lebanon ke dolar. Sementara Kementerian Energi masih mengadopsi tingkat 3.900 pound Lebanon terhadap dolar," ujarnya seperti dilaporkan Arab News, Sabtu (14/8/2021).

Sementara itu, menurut pelaku usaha SPBU di negara itu, kondisi ini disebabkan oleh tarik menarik kepentingan antara pemerintah dan bank sentral negara itu. Ini menyebabkan kebingungan besar di pasar.

"Tarik tarik menarik antara otoritas yang berkuasa dan bank sentral membuat masyarakat, pemilik SPBU, dan seluruh sektor bahan bakar terikat," kata George Brax, anggota Sindikat Pemilik SPBU.

"Warga menderita dibuatnya."

Tak hanya listrik, perusahaan telekomunikasi milik negara Ogero mengumumkan bahwa layanan telah ditangguhkan di wilayah Akkar di Lebanon utara akibat karena kekurangan bahan bakar.

Lebanon sendiri sudah jatuh ke dalam krisis ekonomi yang dalam. Pada pertengahan Juli lalu, negara itu memiliki cadangan devisa yang menipis diikuti inflasi produk pangan yang mencapai 400%.

Mengutip mantan penasihat kementerian keuangan negara itu, Henri Chaoul, Lebanon kini seperti berada dalam `kereta api menuju ke neraka`. "Yang akan mencapai stasiun akhir," katanya ke CNBC Internasional.

Negara berpenduduk 7 juta orang itu disebut salah manajemen. Padahal ini bukan krisis pertama, karena Lebanon pernah mengalami krisis serupa akibat perang saudara dari 1975 hingga 1990.