Survei LSI Sebut 76 Persen Masyarakat Tak Bersedia Membeli Vaksin

Jakarta, law-justice.co - Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan mayoritas masyarakat Indonesia menolak vaksin berbayar yang sempat menjadi wacana beberapa hari terakhir dan kemudian dibatalkan.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengatakan hal tersebut diketahui dari hasil survei yang dilakukan pihaknya pada 22-25 Juni 2021 terhadap 1.200 responden dari 34 provinsi. Survei dilakukan menggunakan metode simple random sampling dengan tingkat kesalahan sekitar 2,8 persen.

Baca juga : Kasus DBD Naik Signifikan, DPR : Harus Jadi Perhatian

"Apakah masyarakat bersedia untuk membayar atau membeli vaksin, mayoritas tidak bersedia atau sebesar 76 persen. Jadi wajar kalau kemarin isu vaksin berbayar jadi sangat ramai," ujar Djayadi dalam konferensi pers virtual, Minggu (18/7).

Pemerintah sebelumnya sempat mewacanakan jalur vaksinasi berbayar mandiri atau Vaksinasi Gotong Royong.

Baca juga : Survei LSI: Usai Pencoblosan Kepuasan Rakyat pada Pemilu 2024 Turun

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di Indonesia.

Baca juga : AMIN Jangan Terjebak Quick Count Lembaga Survei, Tunggu Real Count!

Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.

Namun, wacana ini menjadi polemik di tengah masyarakat. Pada akhirnya, Presiden Joko Widodo membatalkan vaksin berbayar.

Sementara itu, masih berdasarkan hasil survei LSI, ditemukan masih ada 46,2 persen warga yang menyatakan bahwa vaksinasi sulit diperoleh.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa sekitar 42 persen warga beranggapan bahwa vaksin hanya untuk orang-orang yang berada di kota, dan sebanyak 39 persen menganggap hanya orang kaya yang bisa mendapat vaksinasi.

"Persepsi tentang pemerataan vaksin, ini masih banyak masyarakat yang merasa bahwa vaksin itu sulit diperoleh oleh kebanyakan warga biasa. Jadi ini soal akses. Masih cukup banyak juga, 40 persen yang menyatakan bahwa hanya orang kota atau kaya yang mudah atau yang bisa dapat vaksin," pungkasnya.