Indonesia Defisit APBN, TMII Dikhawatirkan Dijual Untuk Bayar Utang

law-justice.co - Pengambilalihan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita ke pemerintah dikhawatirkan justru akan menjadi lebih buruk.

Namun sebagian publik mengkhawatirkan pengambilalihan destinasi budaya yang berlokasi di Jakarta Timur tersebut untuk dijual kepada pihak swasta.

Baca juga : Sejumlah Kejanggalan Kasus Brigadir RA Dipertanyakan Kompolnas RI

Pengamat kebijakan publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah mengurai, ada kekhawatiran dari publik bahwa diambilalihnya TMII untuk dijual ke swasta.

"Pemerintahan Joko Widodo sedang mengalami kesulitan keuangan akibat pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai harapan," kata Amir seperti melansir rmol.id, Selasa (13/4).

Baca juga : Nonaktifkan 2 Rutan, KPK Pindahkan Tahanan ke Gedung Merah Putih

Kondisi perekonomian Indonesia makin diperparah oleh pandemi Covid-19. Sehingga sejak kuartal II-2020, perekonomian Indonesia terkontraksi, dan masuk jurang resesi.

Selain itu, pemerintah juga terlilit banyak hutang. Sehingga untuk membayar utang sebesar Rp 345 triliun yang telah jatuh tempo, pemerintah berutang lagi.

Baca juga : Respons Anies Baswedan soal PKB dan NasDem Merapat ke Koalisi Prabowo

“Saat ini pemerintah sedang membutuhkan sumber pendanaan untuk menutup defisit APBN. Saya khawatir TMII dijual seperti beberapa jalan tol,” kata Amir.

Amir berharap pemerintahan Jokowi dapat mengelola TMII dengan lebih baik sehingga menambah pemasukan negara. Jokowi sepatutnya juga menghargai orang-orang yang telah berjasa membuat Indonesia memiliki TMII, yakni Ali Sadikin dan Ibu Tien Soeharto.

"Lebih bijaksana dan elegan jika selain dapat mengelola TMII dengan lebih baik, Ali Sadikin dan Ibu Tien Soeharto diberi penghargaan sebagai orang yang berjasa atas keberadaan TMII,” tutup Amir.

Diketahui, selama 44 tahun lokasi wisata di Jakarta Timur itu dikelola Yayasan Harapan Kita. Selama puluhan tahun itu, pemerintah tidak memberikan biaya operasional, namun yayasan rutin membayar pajak tontonan (pajak hiburan), selain PPh 21 dan PPh 25.