Dituding Dukung Militer Myanmar, Menlu China: Kami Bantu Atasi Krisis!

law-justice.co - Pemerintah China kembali menegaskan mereka tidak ikut terlibat dalam kudeta militer di Myanmar.


Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan mereka bersedia bekerja sama dengan semua pihak untuk meredakan krisis di Myanmar. Mereka tidak akan memihak siapa pun.

Baca juga : Perbatasan Himalaya Memanas, Menlu China Wang Yi Temui Menlu India


"China bersedia untuk menghubungi dan berkomunikasi dengan semua pihak atas dasar menghormati kedaulatan Myanmar dan keinginan rakyat, sehingga dapat memainkan peran konstruktif dalam meredakan ketegangan," kata Wang dikutip dari Reuters, Minggu (7/3).

Dugaan keterlibatan China dalam kudeta itu mencuat karena pada Desember 2020 lalu, diplomat tinggi pemerintah China sempat mengunjungi Myanmar.

Baca juga : PM Malaysia Ungkap Otak Kudeta Setuju Akhiri Kekerasan di Myanmar


Para diplomat itu bertemu para pejabat, termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Hlaing kini merupakan pemimpin saat ini setelah kudeta Myanmar.


China menyebut situasi di Myanmar saat ini bukan keadaan yang ingin mereka lihat. Sehingga China menilai tudingan keterlibatan mereka dalam kudeta hanyalah omong kosong. "China memiliki pertukaran persahabatan jangka panjang dengan semua pihak dan faksi di Myanmar, termasuk Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dan persahabatan dengan China selalu menjadi konsensus semua sektor di Myanmar," kata Wang.

Baca juga : Jokowi Desak Pemimpin Kudeta Militer Hentikan Kekerasan di Myanmar

NLD adalah partai dari Aung Suu Kyi yang kini ditahan junta militer. Junta militer kemudian melakukan kudeta dengan menangkap dan menahan Suu Kyi, Presiden Win Myint dan pejabat lainnya karena menuding mereka curang dalam pemilu.


"Tidak peduli bagaimana situasi di Myanmar berubah, tekad China untuk mempromosikan hubungan China-Myanmar tidak akan goyah, dan arah China untuk mempromosikan kerja sama persahabatan China-Myanmar tidak akan berubah," tutur Wang.

Sejak kudeta militer di Myanmar pada 1 Februari, aksi demonstrasi berlangsung setiap hari di hampir seluruh kota di Myanmar. Unjuk rasa di Myanmar acap kali berujung bentrok.

Tercatat hingga saat ini sudah 50 warga sipil kehilangan nyawa akibat bentrokan berdarah dengan aparat. Selain itu 1.700 orang juga ditangkap.