Soal Tewasnya Laskar FPI, Komnas HAM Dinilai Sepelekan Fakta

Jakarta, law-justice.co - Hasil investigasi Tim Pemantau dan Penyelidik Komnas HAM yang menyimpulkan bahwa tak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus penembakan laskar FPI oleh polisi. Namun, hal itu diragukan oleh pakar Hukum Refly Harun yang menilai Komnas HAM menyepelekan fakta yang ada di lapangan.

Soal invetigasi kasus ini, Komnas HAM mengaku tidak ada pihak yang melakukan intervensi. Hal itu diungkapkan Kominioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan di Jakarta, Senin 18 Januari 2021.

Baca juga : Refly Harun Sebut Putusan PHPU Butuh Moral Hakim Konstitusi

“Kami juga menyampaikan bahwa sebagaimana sinyalemen di luar banyak beredar bahwa ini dikatakan, diasumsikan, sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu,” katanya dalam jumpa pers bersama Menko Polhukam Mahfud MD di Kemenko Polhukam.

Lewat laman Youtubenya Refly mengatakan bahwa meski Komnas HAM mengatakan tidak ada intervensi dalam penyelidikan kasus tersebut, namun secara psikis hal itu tidak terjadi.

Baca juga : Refly Harun : Haram MK Tidak Kabulkan Permohonan Amin

“Mungkin saja tidak ada intevensi, tapi secara psikis itu juga penting dilihat. Yang dilihat kasus ini hanya sebatas perilaku aparat di lapangan, padahal di balik itu ada sesuatu kalau yang ditemukan kasus ini hanya perilaku aparat di lapangan setikanya tidak ada sesuatu yang mencekam," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika kasus ini merupakan sebuah bentuk bela diri dari aparat, seharusnya tidak ada situasi mencekam.

Baca juga : Refly Harun Sebut AMIN Pasti Menang Usai Sidang Sengketa Pilpres di MK

“Kita berusaha jujur kalau ini perilaku di lapangan untuk bela diri, maka di lapangan tidak ada situasi yang mencekam. Situasi yang seolah-olah bahwa kasus ini ingin dimoderasi atau dikecilkan justru oleh institusi kekuasaan,” ujarnya.

Dalam tayangan itu, Refly juga menjabarkan logika hukum menurut sudut pandangnya.

“Logika hukumnya yang bisa ke publik dan Komnas HAM sepertinya menyepelekan logika atau fakta ini,” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa beberapa jam setelah kasus itu terjadi, (tanggal 7 Desember) ia menilai ada keanehan ketika Kapolda Metro Jaya melakukan konferensi pers.

“Kapolda dengan tegas menyampaikan bahwa anak buahnya atau aparat atau petugas mengambil tindakan tegas dan terukur. Lalu terjadi tembak menembak yang menyebabkan 6 laskar FPI tewas. Itu dilakukan aparat untuk melindungi diri,” katanya.

“Persoalannya logika hukumnya, darimana Kapolda tahu informasi itu bahwa telah terjadi tembak menembak yang akibatkan tewasnya 6 orang seketika. Padahal akhirnya muncul fakta bahwa Komnas HAM dan bareskrim yang tewas langsung cuma 2 orang dan 4 lainnya itu tewas dalam penguasaan petugas,” kata Refly.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kemungkinan Kapolda metro jaya sama sekali tidak tahu bahwa yang tewas hanya 2 orang dan kurang pasokan informasi.

“Tapi pertanyaanya adalah untuk apa petugas di lapangan melakukan kebohongan seperti itu. Info seperti itu kan yang menyesatkan logika. Karena kan kasihan juga pihak lain dikatakan berbohong tapi info yang keliru ini tidak pernah dipermasalahkan.”

“Jadi seperti dalam konteks Komnas HAM ini tidak ada intervensi tapi kekerasan psikologis barangkali ada, kalau ini diduga melibatkan struktur tertentu yang banyak diyakini orang ada skenario untuk menghabisi Habib Rizieq dan sama sekali tak mau disinggung Komnas HAM," tutupnya.