Unpad Copot Wakil Dekan karena eks HTI, Kontras:Jangan Sewenang-wenang

Jakarta, law-justice.co - LSM pemerhati hak asasi manusia, Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ikut buka suara soal pencopotan Asep Agus Handaka Suryana dari jabatan Wakil Dekan Bidang Sumberdaya dan Organisasi FPIK Unpad.

Asep diberhentikan usai dua hari dilantik karena pernah menjadi pengurus HTI Bandung. Sedangkan HTI sudah dinyatakan organisasi terlarang oleh pemerintah sejak Juli 2018.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar mempertanyakan prosedur Unpad dalam mencopot jabatan Agus sebagai wakil dekan. Artinya, fit proper calon wakil dekan FPIK tidak dilakukan dengan baik.

"Kalau misal dia sudah terpilih dan dia dicopot berarti harus dipertanyakan mekanisme fit and proper test-nya apakah berjalan atau tidak? Kalau dilihat dari keterangan ini, kelihatan fit propernya tidak berjalan," kata Rivanlee saat dikonfirmasi, Senin (4/1).

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Rivanlee menjelasakan, jika fit and proper dijalankan dengan baik, maka track record Agus yang pernah ikut menjadi anggota HTI sudah diketahui sebelum pemilihan. Sehingga kinerja dari panitia seleksi harus dipertanyakan,

"Makanya kalau HTI dipermasalahkan, yang harus diberi tanggung jawab lebih ya panitia seleksi jadi panitia seleksi ada dewan kehormatan, itu harus dicek fit and propernya gimana terus track record gimana? Ingat dia dicopot setelah dipilih jadi ada indikasi yang bersangkutan mungkin dicopot sewenang-wenang," jelas Rivanlee.

Baca juga : Bobby Nasution Resmi Tunjuk Pamannya Jadi Plh Sekda Medan

Lebih lanjut, berkaca dari kasus ini KontraS melihat masih ada stigmatisasi buruk terhadap satu kelompok tertentu. KontraS meminta pemerintah harus belajar dari sejarah. Sebab masalah ini akan memilik dampak panjang hingga anak cucu.

"Stigmatisasi terhadap kelompok tertentu berulang, kalau dulu sempat ada isu PKI, yang hari ini HTI mungkin ke depan ada FPI juga. Padahal perlu ditelisik lagi sebetulnya mereka ikut organisasi kapan? Apakah masih berdampak hingga hari ini? Jadi harus detail," tutur Rivanlee.

"Paling penting negara, di luar dari Unpad, diluar mekanisme seleksi harus belajar dari sejarah soal stigmatisasi terhadap kelompok tertentu yang mungkin itu akan berdampak sampai anak cucu. Jadi engga bisa negara membiarkan stigmatisasi yang berujung perlakuan sewenang-wenang yang itu bisa muncul dari tingkat Universitas atau pemerintah. Jadi negara harus punya kontrol dan dia harus pahami keadaan jangan sewenang-wenang karena HTI langsung stigma, alat ukurnya harus jelas," tutup dia.

Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi mengatakan meski HTI sudah dibubarkan, Unpad tetap berkomitmen tak ingin menempatkan pejabatnya yang pernah bergabung dengan organisasi terlarang.

"Di luar kenyataan bahwa organisasi yang dimaksud sudah dibubarkan beberapa tahun yang lalu dan yang bersangkutan juga tidak dapat dikatakan sebagai anggota aktif saat ini," ujar Dandi.

Ia menambahkan, penggantian pejabat ini tetap dilakukan sebagai konsekuensi komitmen Unpad dalam mendukung keutuhan NKRI yang berazaskan Pancasila dan UUD 45.