Pakar UI Sebut Pernyataan Anies Soal Banjir di Jakarta Menyesatkan

Jakarta, law-justice.co - Ahli Hidrologi dari Universitas Indonesia Firdaus Ali menilai pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penanganan banjir di Jakarta sangat menyesatkan. Hal itu terkait pengaliran air melalui gorong-gorong sebagai salah satu hal yang melawan sunatullah. Anies lantas mengusulkan program naturalisasi.

Hal itu disampaiakannya saat rapat bersama bebeapa ahli untuk memberikan masukan soal penanganan banjir di Jakarta yang diselenggarakan oleh Panitia Khusus (Pansus) Banjir DPRD DKI Jakarta.

Baca juga : Politisi Demokrat Ajak Seluruh Pihak Bersatu Membangun Bangsa

"(Anies mengatakan), melawan sunatullah kalau air dialirkan gorong-gorong ke laut. Karena yang desain gorong-gorong salah satunya saya. Dihadirkan narasi baru, naturalisasi, saya lihat rekaman YouTube, ini penyesatan," kata di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (21/10/2020).

Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani. Hadir juga dalam rapat, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA), Juaini.

Baca juga : Anies Mau Terima Tawaran Menteri Jika Dibolehkan Lakukan Hal-hal Ini

Diketahui, konsep naturalisasi dibuat dengan cara tidak melebarkan pinggiran sungai dengan beton seperti yang dilakukan normalisasi. Pinggiran sungai dibuat secara natural dengan tumbuhnya pohon dan sebagainya.

Menurut Firdaus, ada perbedaan konsep antara naturalisasi dan normalisasi. Naturalisasi tidak berfungsi untuk pengendalian banjir.

Baca juga : Akui Buka Opsi Usung Anies di Pilgub DKI, PKS: Kalau Cocok Why Not?

"Bukan naturalisasi yang bagus, bukan normalisasi terbaik. Ini menempatkan hal salah, kopiah ditempatkan di dengkul, sepatu ditaruh di kepala," katanya.

"Normalisasi itu fungsinya untuk pengendalian banjir. Begitu hujan turun, secepat mungkin dialirkan ke hilir karena tidak punya ruang untuk menahan dia," ucap Firdaus.

Menurut Firdaus, Anies beberapa kali menyinggung Singapura sebagai contoh naturalisasi. Namun, kata Firdaus, naturalisasi di kota berfungsi sebagai estetika.

"Ini fungsi estetika, air Singapura itu di hulunya sudah diangkut ke dalam terowongan di dalam tanah," ujar Firdaus.

Bagi Firdaus, karena air sudah dialihkan ke dalam terowongan, area naturalisasi sungai tidak banyak mendapat limpahan air, sehingga tidak terjadi banjir.

"Air limpahan besar masuk ke terowongan. Air di atas tidak akan melimpah karena dijaga estetikanya, karena properti dibangun untuk dijual dengan nilai mahal," katanya.

Firdaus memberikan saran jika Jakarta tidak mampu menyediakan ruang untuk pelebaran sungai. Maka, caranya membuat terowongan khusus untuk air.

"Kalau kita mau tambah ruang terbuka biru, kalau tidak bisa bebaskan lahan, kita buat di bawah tanah," katanya