Tidak Benar Lobster Akan Punah, Nelayan Harus yang Menikmati Hasilnya

Jakarta, law-justice.co - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, memastikan kalau lobster di Indonesia masih jauh dari kata punah. Populasi lobster di alam liar masih besar. "Semakin dalam saya pelajari, ternyata lobster ini sendiri kalau ditakutkan akan hilang dari peredaran atau punah, dari data yang kita miliki potensi punah itu tidak ada," kata Edhy.

Saat meninjau kegiatan budidaya perikanan di Indramayu seperti dikutip dari Antara, Selasa (7/7/2020), Edhy mengatakan ekspor benih lobster dilakukan semata demi menyejahterakan rakyat. Kebijakan ini bertolak belakang dengan larangan ekspor benur yang diberlakukan di era Menteri KKP periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti. Edhy mengklaim, berdasarkan hasil penelitian, seandainya lobster ditinggalkan di alam, maka diperkirakan jumlah telur yang bisa mencapai dewasa hanya sekitar 0,2 persen.

Baca juga : Dulu Dilarang Susi Pudjiastuti, Kini Ekspor Benih Lobster Mau Dibuka

"Di Indonesia lobster ini bisa bertelur dalam satu bulan satu juta, kalau dalam setahun hitungan saya ada 27 miliar telur," tuturnya. Kebijakan yang kembali menginzinkan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajunfan (Portunus spp.).

Aturan ini sekaligus merevisi aturan larangan ekspor benih lobster yang dibuat di era Susi yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016. Menteri Edhy menginginkan publik dapat melihat kebijakan itu secara utuh dengan mengingat arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan meliputi perlindungan dan pemberdayaan serta peningkatan pendapatan nelayan.

Baca juga : Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo Bebas dari Penjara

"Yang paling penting, izin itu dibuat untuk kesejahteraan, manfaat atau tidak ke masyarakat," ujar Edhy. Dia juga mengemukakan berbagai kekurangan yang ada akan disempurnakan dan seluruh saran serta masukan bakal menjadi bahan acuan perbaikan ke depannya. Dia menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah adalah mengembangkan budi daya lobster dan bukan ekspor, karena ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar bisa mengekspor benih lobster.

Menteri Edhy soal ijin lobster ini, siapa yang mendaftar, semua kami terima. "Prioritas pertama itu budi daya, kita ajak siapa saja, mau koperasi, korporasi, perorangan silahkan, yang penting ada aturannya. Pertama harus punya kemampuan budi daya. Jangan tergiur hanya karena ekspor mudah, untungnya banyak," kata dia. Ia mengemukakan, bahwa eksportir harus membeli benih lobster dari nelayan dengan harga di atas Rp 5.000 per ekor.

Baca juga : Edhy Baca Pledoi, Kenang Jasa Prabowo Jadi Motivator Kala Susah

Harga itu lebih tinggi dibanding ketika masih berlakunya aturan larangan pengambilan benih lobster. KKP juga mewajibkan eksportir menggandeng nelayan dalam menjalankan usaha budi daya lobster. Edhy ingin nelayan tidak hanya mendapat keuntungan ekonomis dari menjual benih lobster, tapi juga mendapat pengetahuan tentang berbudi daya.

"Selain kemampuan budi daya, berkomitmen ramah lingkungan tidak merusak, dan yang paling penting berkomitmen dengan nelayannya sendiri. Dia harus satu garis dan dia harus membina nelayannya sendiri," ujarnya. Edhy memastikan proses seleksi untuk menjadi eksportir benih lobster terbuka untuk siapa saja baik perusahaan maupun koperasi berbadan hukum.

Diungkapkannya, perusahaan mana pun yang ingin menjadi eksportir benih lobster sangat terbuka. Namun ia memastikan pihaknya melakukan verifikasi. "Masalah perusahaan, masalah siapa yang diajak, kami tidak membatasi dia harus perusahaan, koperasi boleh. Tapi kami tidak bisa menentukan siapa. Siapa yang mendaftar, kami terima, dan terus diverifikasi," kata Edhy.

Edhy menyebut, para calon eksportir itu telah mendaftar sebagai calon eksportir dan data-datanya telah diverifikasi oleh tim KKP. Bila mereka telah memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan, praktis ekspor boleh dilakukan.