PBNU: Kebijakan Menteri Agama Hanya Bikin Gaduh

Jakarta, law-justice.co - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menyoroti kebijakan baru Menteri Agama Fachrul Razi.

Kali ini tentang keberadaan majelis taklim-majelis taklim yang harus terdaftar di Kementerian Agama sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Baca juga : Ini Alasan FIFA Gelar Pertandingan Indonesia vs Guinea U-23 Tertutup

Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, kebijakan itu pada dasarnya tidak penting dan bukan ranah Kementerian Agama.

Kata dia, pihaknya mengingatkan, sebaiknya Kementerian Agama tidak sibuk dengan hal-hal yang sebetulnya bukan prioritas.

Baca juga : Luhut Akui Masih Ada Masalah Lahan di IKN, Ini Sebabnya

Menurutnya kebijakan harus konsen pada upaya-upaya pemenuhan program yang bersifat prioritas.

"Tentu saja kebijakan harus berdasarkan hasil kajian yang mendalam. Contoh, kebijakan yang bukan prioritas dan justru menimbulkan kontroversi dan kegaduhan, antara lain seperti sertifikasi nikah dan juga soal [pelarangan penggunaan] cadar dan [celana] cingkrang [bagi pegawai negeri sipil],” katanya seperti melansir vivanews.com.

Kata dia, majelis taklim di berbagai daerah adalah bagian dari cara masyarakat untuk meneguhkan persaudaraan dengan kegiatan keagamaan. Jadi, itu khazanah yang lahir dari inisiatif masyarakat.

Baca juga : JK Akui Diminta Hamas Jadi Mediator Damai dengan Israel

"Kebijakan yang tidak populis dan tidak berdasarkan kajian dan riset yang mendalam akan cenderung membuat kegaduhan di masyarakat. Kondisi ini tentu saja harus dihindari," katanya.

Menurutnya, eksistensi majelis taklim sebagai salah satu media untuk memupuk tradisi keagamaan sudah berjalan dengan sangat baik. Peraturan Menteri Agama yang mengatur majelis taklim sangat mungkin akan mereduksi perannya selama ini.

Kebijakan Menteri Agama itu, katanya, sudah diatur dalam Undang-Undang Keormasan, yang meliputi pendirian organisasi. Majelis taklim dapat dikategorikan sebagai ormas dan tercakup dalam undang-undang itu. “Jadi, pemerintah janganlah mempersulit dan merepotkan masyarakat," katanya.