21 Tahun Peringatan Kerusuhan Mei

Mal Klender Menjadi Saksi Keluarga Korban Mengenang Tragedi 1998

[INTRO]

Agung Tri Purnawan, saat itu berusia 15 tahun, ia pamit pada sang ibu hendak meminjam buku pada kawannya. Maka sore itu, 15 Mei 1998, Agung berangkat ke Mal Yogya Klender, Jakarta Timur. Agung, yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu akhirnya tak pernah pulang. Ia menjadi abu bersama 200-an orang yang terjebak dari kobaran api.

"Saya diberi tahu `Mak, saya mau pinjam buku sebentar`. Saya lagi mandi, ya sudah Le, jangan lama-lama," kenang ibunda Agung, Murni Ayuti, 57 tahun, tatkala mengingat ucapan pamit putranya.

Mal Klender kala itu menjadi target penjarahan oleh segerombolan orang tak dikenal. Tidak ada yang memahami bagaimana api menyebar dan membakar seluruh pusat perbelanjaan. Itu pula yang menyebabkan ratusan jenazah korban susah diidentifikasi. Mayoritas jenazah tersebut akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Kepedihan Murni hingga kini tak kunjung sembuh. Sembari mengusap air mata, ia mengenang kematian putranya berdekatan hari ulang tahunnya pada 16 Mei. Agung telah berpesan supaya esok hari disiapkan `selamatan` dengan mengundang guru-guru dan temannya.

"Jadi dia bilang `enggak lama [meminjam bukunya, red] kok Mak, jadi Mak besok itu ada tamu, banyak tamu, kasih air ya Mak..besok ulang tahun saya`," kenang Murni dalam peringatan peristiwa Mei 1998 di Mal Klender, Senin (13/5).

Terbakarnya Mal Klender merupakan puncak kemarahan massa akibat krisis ekonomi, tepat sepekan setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak sebesar Rp1.200 per liter. Massa menjarah toko-toko milik etnis Tionghoa yang dituding sebagai aktor penyebab krisis ekonomi.

Imbasnya ratusan perempuan Tionghoa di wilayah Glodok, Jakarta Barat, juga menjadi korban pemerkosaan oleh segerombolan tak dikenal. Tak sedikit yang dibunuh. Sedang mereka yang masih hidup diancam dan dibungkam atas kejadian itu.

Mal Klender merupakan satu dari puluhan gedung yang dibakar. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 mencatat setidaknya 1.217 orang tewas, 31 orang hilang, ribuan aset dan properti dibakar, dirusak dan dijarah.

TGPF juga menemukan 88 lokasi termasuk di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bandung, Solo, Klaten, Boyolali, Surabaya, Medan, Deli Simalungun, Palembang, dan Padang menjadi tempat rangkaian tindak kekerasan secara sistematik.

Komnas Perempuan juga turut menemukan fakta adanya perkosaan masif secara berkelompok kepada perempuan etnis Tionghoa Indonesia selama periode kerusuhan di berbagai kota.

Amnesty Internasional Indonesia menyatakan upaya mengingat tetap harus dilakukan guna mendesak pertanggungjawaban negara memberikan keadilan. Mengusut dan mengadili para pelaku kejahatan peristiwa tersebut. Amnesty juga menuntut negara melakukan pemulihan kepada korban dan keluarga korban yang hingga kini masih menunggu negara turun tangan.