Jaksa Tolak Permintaan Ratna Sarumpaet Jadi Tahanan Rumah

Jakarta, law-justice.co - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak permintaan terdakwa kasus penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet agar dapat dikenakan tahanan kota.

"Kami menolak permintaan terdakwa", kata JPU, Payaman kepada majelis hakim di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/4).

Baca juga : Mahasiswa STIP Jakarta Tewas Diduga Dianiaya Senior, Polisi Selidiki

JPU mengatakan akan melakukan penolakan permintaan secara lisan saja. "Ya kami tidak tahu alasan JPU menolak karena belum disampaikan alasannya", kata Bilhuda, salah satu tim kuasa hukum terdakwa.

Bilhuda mengatakan alasan meminta terdakwa menjadi tahanan rumah karena terdakwa sudah berumur dan sakit-sakitan.

Baca juga : Luhut ke Prabowo : Jangan Bawa Orang `Toxic` ke dalam Pemerintahan

Dia juga menambahkan saat ini tim kuasa hukum masih menunggu keputusan majelis hakim terkait pengajuan terdakwa menjadi tahanan rumah.

Majelis hakim saat ini masih mempertimbangkan pengajuan terdakwa menjadi tahanan rumah. Disebutkan Fahri Hamzah sebagai salah satu penjamin terdakwa.

Baca juga : Kadin Minta Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Berjalan Smooth

Tim kuasa hukum Ratna mengaku sebelum menjalani persidangan terdakwa mendapatkan pemeriksaan kesehatan.

Saat ini terdakwa masih ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya.

Ratna diseret ke meja hijau setelah menggegerkan publik dengan kebohongan soal wajah lebam. Ibu kandung artis Atikah Hasiloan itu bersandiwara seolah-olah menjadi korban pengeroyokan, padahal muka lebam itu akibat operasi plastik bagian dari perawatan wajahnya.

Kebohongan Ratna berhasil mengibuli kelompok politik oposisi yang saat ini bertarung memperebutkan kekuasaan di Pemilu dan Pilpres 2019.

Usai drama panjang hingga ke proses penangkapan dan penahanan, Ratna kini didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.

Selain itu, Ratna juga didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dinilai telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).