Kepala Bappenas Heran Pengangguran Lulusan SMK Lebiih Banyak Ketimbang SMA

Jakarta, law-justice.co - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengaku heran dengan jumlah pengangguran lulusan SMK melebihi SMA.

Kata dia, angka pengangguran lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih tinggi dibanding lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Padahal, lulusan SMK seharusnya memiliki peluang kerja yang lebih besar dibandingkan mereka yang lulus dari SMA. Alasannya, di SMK telah diberikan pendidikan khusus yang berorientasi siap kerja.

Baca juga : Siapa Saja Dicalonkan Pilkada DKI Jakarta 2024 dari PDI-P?

"Indonesia memang ada logika yang terbalik.Tingkat pengangguran SMK mendominasi pengangguran. SMK yang menganggur 11 persen, sementara SMA 7 persen. Ini terbalik," kata Bambang dalam acara seminar dan dialog nasional "Milenial Indonesia dalam Ekonomi Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0" di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/4).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga Agustus 2018 sebanyak 7 juta orang menganggur. Di mana angka pengangguran lulusan SMK mendominasi yakni sebesar 11,24 persen, sedangkan dari lulusan SMA sebesar 7,95 persen.

Baca juga : Dinas Kesehatan DKK Semarang Buka Lowongan Kerja di Puskesmas dan RSUD

Bambang melihat ada yang salah dalam sistem pendidikan Indonesia. Karenanya, perlu ada pembenahan pendidikan vokasi.

"Artinya masih ada yang harus dibenahi total dalam pendidikan vokasi," katanya.

Baca juga : Diungkap Jubir MK, Anwar Usman Masih Pakai Sejumlah Fasilitas Ketua MK

Di sisi lain, kata dia, hingga saat ini tingkat pengangguran Indonesia relatif rendah di level 5,36 persen, tapi lapangan kerjanya banyak didominasi oleh sektor informal. Menurut dia, kondisi ini perlu diubah dengan cara menggenjot lapangan kerja di sektor formal.

Sebagaimana yang dilansir dari Kumparan.com, Bambang juga ingin masyarakat Indonesia, khususnya generasi milenial untuk melakukan wirausaha dengan basis teknologi. Sebab, hingga saat ini angka pengusaha dilihat masih jauh lebih kecil dibandingkan tenaga kerja profesional.

"Kelemahan kita saat ini, orang pintar cukup, profesional cukup, yang kurang pengusahanya," tandasnya.