Kemenkes Ungkap 2.716 Calon Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi

Jakarta, law-justice.co - Sebanyak 2.716 peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) disebut mengalami masalah kesehatan mental atau depresi saat proses menjalani pendidikan dokter spesialis. Hal tersebut diketahui berdasar hasil survei skrining kesehatan jiwa calon dokter spesialis yang dilakukan Kementerian Kesehatan per Maret 2024 lalu.

Adapun survei skrining kesehatan oleh Kemenkes berlangsung di 28 RS vertikal pendidikan yang bernaung sebanyak 12.121 PPDS. Dari hasil survei skrining, didapati bahwa sebanyak 3,3 persen dokter PPDS teridentifikasi ingin bunuh diri atau melukai diri sendiri saat dalam pendidikan.

Detailnya, terdapat 2.716 PPDS yang mengalami gejala depresi, 1.977 di antaranya mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 orang mengeluh depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat.

"Dalam 2 minggu terakhir, 3,3 persen PPDS merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun, 322 (2,7 persen) merasakan hal ini beberapa hari, 52 (0,4 persen) merasakan ini lebih dari separuh waktu, dan 25 (0,2 persen) merasakan ini hampir setiap hari," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kementerian Kesehatan RI, Azhar Jaya, sebagaimana dikutip Detik.com, Selasa (16/4).

Survei skrining kesehatan oleh Kemenkes, kata Azhar, melaporkan calon dokter spesialis dengan gejala depresi terbanyak teridentifikasi di lima program studi. Yakni;  Ilmu Penyakit Mulut (53,1 persen); Ilmu Kesehatan Anak (41,3 persen); Bedah Plastik (39,8 persen); Anestesiologi (31,6 persen); dan Bedah Mulut (28,8 persen)

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr Siti Nadia Tarmizi menuturkan bahwa survei skrining kesehatan jiwa baru mulai diberlakukan tahun ini, seiring dengan pencatatan kasus bullying. Adapun belakangan kasus perundungan terungkap pada 2023 terjadi di sejumlah rumah sakit, seperti di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.  

Meski regulasi bullying di lingkup PPDS telah diberlakukan, yakni surat teguran hingga sanksi pencabutan status RS sebagai tempat pembelajaran peserta didik, Nadia menyebut masih terdapat sejumlah laporan perundungan yang dilaporkan.

Nadia juga berkata bahwa pencatatan ini (survei skrining kesehatan) juga demi memastikan kualitas tenaga kesehatan yang nantinya bekerja dipastikan optimal menangani pasien dan tidak sedang dalam fase depresi.

"Iya survei dilakukan karena masih ada laporan terkait perundungan, walau sudah ada aturannya, ini skrining awal selain utnuk peserta pendidikan tetapi juga yang utama adalah patient safety," ujar Nadia, seperti dikutip Detik.