Nama Jokowi Diseret Sengketa Pilpres, Ini Respons Istana

Jakarta, law-justice.co - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono merespons soal nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang beberapa kali diseret dalam sidang perselisihan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu 27 Maret 2024.

Dini mengingatkan segala dugaan atau tuduhan harus dibuktikan di dalam persidangan. Ia pun meminta publik menunggu dan mengikuti dinamika persidangan yang terjadi di MK.

Baca juga : Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024 Potensi Bawa Dampak Buruk di Pilkada

"Dalam setiap upaya hukum dikenal dan berlaku asas umum, bahwa siapapun yang mendalilkan sesuatu wajib untuk membuktikan dalil-dalil atau tuduhan tersebut," kata Dini dalam keterangannya, Rabu 27 Maret 2024.

Lebih lanjut Dini menegaskan perselisihan hasil Pemilu 2024 sudah menjadi kewenangan MK. Konstitusi dan peraturan perundang-undangan telah menyediakan mekanisme hukum yang dapat ditempuh peserta pemilu yang tidak menerima penetapan pemilu oleh KPU.

Baca juga : Ketika Presidential Club Bisa Hilangkan Wibawa Prabowo

"Jadi kita lihat saja bagaimana nanti proses pembuktian di persidangan dan kita tunggu putusan MK," imbuhnya.

Saat ini, Dini pun menganggap belum perlu bagi Jokowi atau pemerintah menyiapkan pembelaan sebagai pihak terkait dalam persidangan. Ia menjelaskan dalam sengketa hasil pilpres, Presiden bukan merupakan salah satu pihak yang bersengketa.

Baca juga : Anies Belum Putuskan Maju di Pilkada Jakarta

"Pemerintah tidak melihat relevansi dalam hal ini karena pemerintah bukan pihak dalam sengketa Pilpres dan karenanya tidak ada alasan untuk terlibat dalam persidangan MK," ujar dia.

Tim hukum Ganjar-Mahfud sebelumnya menyebut Presiden Jokowi melanggar tiga jenis etika politik dengan ikut campur tangan pada Pilpres 2024.

Etika politik pertama yang dilanggar Jokowi adalah etika politik yang bersumber dari hukum. Tim Ganjar-Mahfud mengingatkan nepotisme adalah pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan.

Kedua, Tim Ganjar-Mahfud juga berpendapat Jokowi melanggar etika politik pemerintahan yang bersumber dari tujuan bernegara.

Kemudian etika politik ketiga yang dilanggar Jokowi adalah etika pemerintahan yang bersumber dari sumpah jabatan. Mereka mengingatkan Jokowi bersumpah `memegang teguh konstitusi, menjalankan undang-undang, dan berbakti pada Nusa dan Bangsa`.***