Ibu Kota Pindah Secara De Jure & De Facto Setelah Keppres Terbit

Jakarta, law-justice.co - Menteri dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan proses pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN secara de jure dan de facto akan ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres).

Pernyataan itu disampaikan Tito dalam rapat kerja (raker) Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah di kompleks parlemen, Rabu 13 Maret 2024.

Baca juga : RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

"Jadi ketika Keppres diterbitkan, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN diterbitkan, maka saat itulah ibu kota telah berpindah de jure dan de facto di IKN," jelas Tito dalam rapat.

Proses transisi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN menjadi satu dari tiga topik utama dalam rapat tersebut. Menurut Tito, UU IKN telah mengatur dengan tegas masa transisi pemindahan ibu kota, sekaligus UU DKI telah kedaluwarsa per 15 Februari lalu.

Baca juga : Pembunuh Danramil Aradide Tertangkap, Terancam Hukuman Mati

Menurut dia, Pasal 39 UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN telah mengatur secara eksplisit, tugas dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota akan terus berlangsung hingga Presiden menerbitkan Keppres.

"Jadi pada saat UU IKN dibuat bersama-sama, memang ini adalah tidak dicantumkan secara eksplisit kapan waktu pindahnya. Karena masih menunggu pembangunan dan kemudian untuk dibuat fleksibel, maka diberikan kewenangan itu kepada presiden dengan Keppres," ungkap Tito dilansir dari CNN Indonesia.

Baca juga : Rangkap Jabatan Jimly Asshiddiqie dan MKMK Kembali Diungkit

Sementara, dua topik lain yang mengemuka dalam rapat yakni terkait pemilihan kepala daerah dan status Jakarta sebagai kawasan aglomerasi. Tito menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung pemilihan gubernur dilakukan secara langsung.

Sementara, terkait status kawasan aglomerasi, Tito mengatakan pemerintah masih terbuka. Namun, dia mendorong evaluasi untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang dihadapi Jakarta selama ini.

"Nah oleh karena itu, perlu adanya harmonisasi dan penataan serta evaluasi, ada berbagai istilah yang saat itu muncul, apakah membentuk namanya kawasan metropolitan Jakarta Jabodetabekjur atau namanya Megapolitan, atau namanya aglomerasi," jelas Tito.