Varian Baru COVID-19 Muncul Lagi, Jadi Pemicu Kenaikan Kasus di Eropa

Jakarta, law-justice.co - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan bahwa saat ini tengah melacak beberapa varian baru COVID-19.

Pada Jumat (23/6), CDC telah mengumumkan bahwa mereka menambahkan lebih banyak subvarian Omicron ke dalam daftar jenis baru yang semakin kompleks.

Baca juga : Ditjen Hortikultura Kementan Akui Setor Rp5,7 M Buat Kepentingan SYL

Di antara daftar tersebut, varian yang kini tengah dilacak oleh CDC adalah EU.1.1. Subvarian Omicron ini pertama kali ditunjuk oleh para ilmuwan awal tahun ini karena kenaikannya yang cepat di beberapa negara Eropa.

CDC memperkirakan bahwa EU.1.1 sudah menyumbang sekitar 1,7 persen dari kasus AS secara nasional. Namun mungkin telah mencapai sebanyak 8,7 persen kasus di wilayah yang mencakup Colorado, Montana, Dakota Utara, Dakota Selatan, Utah, dan Wyoming.

Baca juga : KPK Usut Aliran Uang SYL Pergi ke Luar Negeri Seolah Dinas Kerja

Rajendram Rajnarayanan, PhD, dari New York Institute of Technology dan Arkansas State University di Jonesboro, mengatakan bahwa EU.1.1 lebih menular dibandingkan varian atau subvarian sebelumnya, seperti XBB 1.5.

"Tetapi tidak memiliki keunggulan dibandingkan yang lain, galur yang beredar sekarang," tutur Rajnarayanan mengelola basis data varian COVID-19, dikutip dari detik.com.

Baca juga : Ini Bantahan SYL soal Tarik Iuran Sharing Pejabat Kementan

Meskipun begitu, sampai saat ini belum diketahui lebih lanjut apakah subvarian Omicron atau varian EU.1.1 ini bakal memiliki gejala yang berbeda seperti subvarian Omicron 1.16.

Mengingat Omicron 1.16 sebelumnya dilaporkan memicu gejala mata merah bagi mereka yang terinfeksi.

Hampir semua orang Amerika sekarang diperkirakan memiliki antibodi dari vaksinasi, setidaknya satu atau kombinasi keduanya. Semakin banyak rawat inap dan kematian sekarang karena infeksi ulang.