AMPG Desak Airlangga Mundur dari Kursi Ketum Golkar, Ini Alasannya

[INTRO]

 
Aliansi Masyarakat Peduli Golkar (AMPG) mengeluarkan desakan yang tegas kepada Airlangga Hartarto untuk segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Desakan ini disampaikan oleh AMPG dalam aksi damai yang digelar di Depan Kantor DPP Golkar pada Minggu (4/6/2023).
 
"Kami mendesak Airlangga segera mundur, jangan jadikan Golkar sebagai tempat berlindung. Airlangga Hartarto sudah tidak lagi mampu menjaga kehormatan dan kepercayaan publik terhadap Partai Golkar," ungkap Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Golkar (AMPG), Samba dalam keterangan resminya.
 
AMPG juga menyoroti fakta bahwa Partai Golkar merupakan salah satu partai politik besar yang masih eksis dan memiliki peran penting dalam perpolitikan Indonesia. "Namun, partai ini terus-menerus terkena isu-isu yang merugikan akibat kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan Airlangga Hartarto," tandasnya.
 
Beberapa kasus yang menjadi sorotan adalah kebijakan impor garam pada tahun 2018 dan dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus kelangkaan minyak goreng (migor) yang sedang diteliti oleh Kejaksaan Agung.
 
"Kebijakan impor garam yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto telah merugikan para pelaku usaha dalam negeri dan mencoreng citra Partai Golkar," tegasnya.
 
Lebih lanjut, AMPG juga menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Airlangga dalam penyaluran dana BPDPKS yang mencapai puluhan hingga ratusan triliun.
 
Tidak hanya itu, kasus dugaan perselingkuhan antara Airlangga dengan seorang wanita yang telah menikah juga menjadi sorotan AMPG. Kasus ini dianggap memalukan dan mencoreng citra Partai Golkar secara luas.
 
Dampak dari serangkaian kasus yang melibatkan Airlangga Hartarto ini sangat merugikan Partai Golkar. Elektabilitas partai ini dapat terancam dan dimanfaatkan oleh lawan politik untuk mendegradasi citra dan popularitas Partai Golkar serta para calon legislatifnya.
 
Kepemimpinan Airlangga dianggap tidak produktif dan melemahkan Partai Golkar secara keseluruhan. Suara partai menurun dan jumlah kursi di DPR berkurang pada Pemilu 2019. Kinerja Airlangga sebagai pemimpin Partai Golkar menjadi tolak ukur bagi para kader partai dalam menentukan arah masa depan partai.
 
"Oleh karena itu, para kader berharap agar kepemimpinan yang lebih kuat dapat mengatasi masa sulit yang dihadapi saat ini," ungkapnya.
 
Selain itu, upaya Airlangga dalam membentuk koalisi dengan PPP dan PAN juga tidak berhasil. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menghadapi kebimbangan, terutama setelah PDIP mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. PPP pun berubah haluan dan memutuskan untuk bergabung dengan PDIP, sedangkan PAN juga dikabarkan akan menyusul langkah serupa.
 
Nasib KIB saat ini masih belum pasti, apakah koalisi ini akan bertahan atau tidak. Situasi ini memalukan bagi Partai Golkar yang seharusnya menjadi partai besar dan memiliki pengaruh.
 
Hingga saat ini, belum ada partai politik lain yang memberikan dukungan terhadap pencalonan Airlangga Hartarto. Partai Golkar terjebak dalam keadaan sulit, setelah KIB yang nasibnya tidak jelas. Muncul wacana tentang Koalisi Besar, namun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra menunjukkan ketidakberanian mereka.
 
"Bahkan, komentar yang merendahkan datang dari PPP dan PAN. Hal ini mengundang keraguan terhadap kualitas Partai Golkar," ujarnya.
 
Masa depan Airlangga sebagai calon presiden atau calon wakil presiden sesuai dengan amanat Munas Partai Golkar 2019 dan Rapimnas Partai Golkar diramalkan sangat suram.
 
Tidak ada partai yang bersedia berpasangan dengan Airlangga Hartarto. "Situasi ini sangat memprihatinkan dan memalukan, karena Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga tampak terombang-ambing dan tidak memiliki arah yang jelas," pungkasnya.