Ketika Sebenarnya China Bisa Selamatkan Dunia dari Resesi Global

Jakarta, law-justice.co - Bank Indonesia (BI) menganggap, pembukaan kuncitara di China berpeluang mengkerdilkan risiko resesi global 2023. Terlebih, dengan porsi pertumbuhan ekonomi China ke ekonomi global sekitar 15%. Sehingga perbaikan ekonominya cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global.


Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan syarat, China harus tumbuh minimal 5% pada tahun ini.

Baca juga : Gubernur BI : Rupiah Menguat Sampai Akhir Tahun Dipengaruhi 4 Faktor

"Kami pikir, China bisa mengkompensasi perlambatan maupun risiko resesi Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Inggris, bila tumbuh 5% hingga 5,2% YoY," tutur Perry dalam pembukaan BI Annual Investment Forum 2023, Kamis (26/1/2023).

Perry mengatakan, hingga saat ini probabilitas resesi AS sekitar 61%, pun dengan Uni Eropa. Bahkan, Inggris berpotensi mengalami pertumbuhan negatif pada tahun ini.

Baca juga : Penyebab Utang Luar Negeri RI Melonjak Jadi US$ 407,3 Miliar


"Dengan demikian, bila China berhasil mencapai pertumbuhan di level tersebut, ini cukup bisa mengkompensasi perlambatan ekonomi AS, Eropa, Inggris, ke pertumbuhan dunia," tambah Perry.

Namun, Perry meminta agar dunia tak melihat angka pertumbuhan China saja. Pembukaan ekonomi China akan membawa dampak rambatan terhadap negara lain, khususnya negara mitra dagang.

Baca juga : Lebaran 2024, Ekonom Indef Proyeksikan Perputaran Uang Capai Rp 235 T

Perry yakin, China akan memberi dampak positif pada ekonomi Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, juga India, sehingga secara kolektif akan memberi dampak positif pada ekonomi global.

Lebih lanjut, Perry saat ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi China sebesar 3,6% YoY. Namun, bila pembukaan kembali China berjalan dengan mulus, maka China mungkin tumbuh di kisaran 5%.