Ini Respons Kemenhan soal Minta Diskon Proyek Jet Tempur KF-21

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) buka suara soal pemberitaan yang menyebut Indonesia mengajukan pemotongan pembayaran ke Korea Selatan (Korsel) untuk pembiayaan proyek bersama pesawat tempur KF-21.

Kepala Biro Humas Setjen Kemhan, Brigjen Edwin Adrian Sumantha mengatakan istilah yang tepat atas langkah yang diambi Indonesia terkait pembiayaan proyek pesawat tempur KF-21 adalah penyesuaian pembayaran atau payment adjustment, bukan pemotongan pembayaran alias korting.

Baca juga : Berlakukan Diskon Palsu, Ada Jerat Hukum Bagi Pedagang

"Penyesuaian ini sejalan dengan kemajuan kerja sama yang telah dan masih akan dilaksanakan bersama Republik Korea," kata Edwin saat dihubungi, Selasa (7/5).

Edwin menjelaskan penyesuaian pembayaran itu merupakan langkah logis dan rasional, lantaran terdapat beberapa kegiatan dalam program yang tidak dapat diikuti teknisi Indonesia.

Baca juga : Diskon Tarif Tol di Tol Trans Jawa Saat Arus Balik Lebaran

Sehingga, sambungnya, pembayaran yang dilakukan pemerintah Indonesia disesuaikan dengan manfaat yang diperoleh dari kerja sama.

"Adalah wajar dan sesuai dengan prinsip akuntabilitas bahwa untuk program atau kegiatan yang tidak diikuti oleh teknisi Indonesia, pihak Indonesia tidak perlu menanggung biaya, yang pada gilirannya mengurangi jumlah pembayaran yang telah direncanakan," jelasnya dikutip dari CNN Indonesia.

Baca juga : Soal Diskon Tarif Tol 20%, DPR Soroti Masa Berlaku Diskon

Edwin juga menjelaskan nilai pembayaran Indonesia mengalami penyesuaian karena pihak Korea Selatan hanya menerima pembayaran biaya berbagi (cost share) hingga tahun 2026.

Ia menyebut setelah tahun tersebut, proyek KF-21 akan memasuki fase produksi dan biaya berbagi dari Indonesia.

"Disesuaikan dengan kemampuan fiskal Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebesar Rp1,32 triliun per tahun hingga tahun 2026. Ini merupakan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa kewajiban finansial Pemerintah dalam proyek ini tetap dalam batas kemampuan anggaran negara," jelasnya.

Edwin mengatakan pemerintah berkomitmen penuh terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kerja sama internasional, termasuk dalam proyek KF-21.

"Langkah penyesuaian pembayaran ini untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukan oleh Pemerintah memberikan hasil yang optimal dan penggunaan keuangan negara untuk proyek KF-21 dapat dipertanggungjawabkan kepada publik," katanya.

Sebelumnya, Indonesia disebut meminta keringanan pembayaran biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-22 bersama Korea Selatan menjadi sekitar sepertiga dari jumlah di awal komitmen awal.

Sejumlah sumber mengatakan kepada kantor berita Korsel, Yonhap, bahwa Indonesia baru-baru ini mengajukan keringanan pembayaran sebesar 600 miliar won atau sekitar Rp7 triliun untuk proyek jet Boramae tersebut.

Sementara itu, komitmen awal yang harus dibayarkan Indonesia terkait proyek pesawat tempur gabungan ini ditetapkan sekitar 1,6 triliun won hingga Juni 2026.

Korsel belum memutuskan apakah akan menerima permintaan baru Indonesia tersebut atau tidak. Pejabat Korsel mengatakan sampai saat ini pemerintahnya masih berkonsultasi dengan Indonesia soal permintaan ini.

"Agar berhasil menyelesaikan pengembangan sistem KF-21, pemerintah Korea Selatan dan Indonesia sedang melakukan negosiasi akhir untuk menyelesaikan masalah pembagian biaya saat ini," kata Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters pada Senin (6/5).***