Kembali Anjlok, Rupiah di Atas Rp 15.700/USD & IHSG di Bawah 7.000

Jakarta, law-justice.co - Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) kembali anjlok di awal perdagangan Kamis (10/11/2022) setelah menguat 3 hari beruntun.

Pelaku pasar yang berhati-hati menanti pemilu sela di Amerika Serikat membuat rupiah tertekan.

Baca juga : Reuni UII, Ketua MA Baca Puisi

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,08% ke Rp 15.670/US$. Rupiah kemudian melemah hingga 0,3% ke Rp 15.705/US$ pada pukul 9:13 WIB di pasar spot.

Tidak hanya rupiah, Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) juga merosot higga 1,1% le 6.991,764.

Baca juga : Dahsyat, Rekor 47 Tahun The Beatles Berhasil Dipecahkan Penyanyi Ini

Pemilu sela biasanya digelar setiap dua tahun dan jatuh tempo di tengah masa jabatan penuh Presiden AS selama empat tahun.

Dalam bahasa Inggris, ini dikenal sebagai `midterm election`.

Baca juga : Permainan Mengagumkan, Timnas Indonesia U-23 Dapat Bonus Rp23 Miliar

Pemilu ini membuat pelaku pasar, alhasil Wall Street (bursa saham AS) merosot pada perdagangan Rabu waktu setempat. Ketiga indeks utama merosot lebih dari 2%.

Saat ini Partai Republik diperkirakan akan menguasai mayoritas kursi DPR.

Hal ini tentunya bisa menghambat kebijakan-kebijakan yang akan diambil Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.

Hingga saat ini, Partai Republik sudah memperoleh 207 dari 435 kursi DPR.

Sementara Partai Demokrat 184 kursi. Diperlukan 218 kursi untuk menjadi mayoritas di DPR Amerika Serikat.

Jika Partai Republik berhasil menguasai DPR, maka pelaku pasar akan menghadapi gridlock, dan risiko lolosnya rancangan undang-undang yang dibuat Pemerintah Biden bisa banyak yang mental.

Yang paling dekat adalah pembahasan rancangan APBN. Masalah klasik di Amerika Serikat ketiga DPR dikuasi partai oposisi.

Pembahasan rancangan APBN kerap kali buntu yang membuat pemerintahan Amerika Serikat sering mengalami shutdown atau penutupan sementara.

Pasar pun merespon negatif, Wall Street langsung merosot setelah sebelumnya mampu mencatat penguatan 3 hari beruntun.

Selain itu, rilis data inflasi AS malam ini juga menjadi perhatian. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi Oktober turun menjadi 8% (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya 8,2% (yoy).

Sementara inflasi inti turun menjadi 6,5% dari sebelumnya 6,6%.

Jika terelisasi, inflasi akan turun dalam 5 bulan beruntun dan inflasi inti turun untuk pertama kalinya setelah naik 3 bulan beruntun.

Rilis data yang lebih rendah dari prediksi tentunya akan menguatkan harapan The Fed akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, dan tentunya menjadi kabar baik pasar pasar finansial global.

Pada pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, The Fed juga memberikan sedikit sinyal jika ke depannya kenaikan suku bunga kemungkinan tidak akan agresif lagi.

The Fed menyatakan dalam menentukan kenaikan suku bunga ke depannya akan memperhitungkan seberapa besar kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan, efeknya terhadap kegiatan ekonomi dan inflasi, serta perkembangan kondisi perekonomian dan finansial.

Melihat data inflasi yang mulai melandai, dan pasar tenaga kerja yang mulai melemah tercermin dari naiknya tingkat pengangguran, The Fed kemungkinan akan mulai serius mempertimbangkan pelambatan laju kenaikan suku bunga.