Sempat Ingin Depak AHY, Moeldoko Niat Juga Gantikan Jokowi?

Jakarta, law-justice.co - Hinggar bingar pencalon Capres dan Cawapres jelang Pemilu 2024 mendatang cukup kencang.

Beberapa partai politik (Parpol) telah mengumumkan jagoannya masing-masing.

Baca juga : Dibanding Ngemis Gabung Pemerintah, PKS Lebih Baik Oposisi Bareng PDIP

Ditubuh Partai Gerindra ada nama Prabowo Subianto, begitupun di Partai Golkar ada Airlangga Hartanto.

Selain itu, ada bermunculan sejumlah nama seperti Ganjar Pranowo, Anies baswedan, Jenderal Andika Perkasa yang diusung oleh Partai NasDem.

Baca juga : PKS: `Dissenting Opinion` MK, Momentum Perbaiki Kualitas Pemilu

Kini, ada satu nama yang muncul dari akar rumput. Sosok tersebut adalah Moeldoko.

Moeldoko diketahui adalah mantan Panglima TNI yang pensiun dengan pangkat Jenderal purnawirawan.

Baca juga : MK Terima 297 Permohonan Gugatan Pileg, PPP Terbanyak

Saat ini, Moeldoko menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia sejak 17 Januari 2018 pada Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.


Pada 23 Oktober 2019, ia ditunjuk kembali menjadi Kepala Staf Kepresidenan pada Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma`ruf Amin.

Ketua Gapura Nusantara Provinsi Papua Barat, Ayub Msiren mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia menginginkan figur yang merakyat, tegas, disiplin dan pro rakyat untuk melanjutkan suksesi kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Animo masyarakat saat ini adalah mencari sosok tegas, berintegritas dan pro rakyat," kata Ayub dalam keterangannya, Kamis (4/8/2022).

Oleh karena itu, Gapura Nusantara Provinsi Papua Barat melihat figur yang demikian ada pada Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.

Moeldoko yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) periode 2020-2025 versi Congress Luar Biasa disebut memiliki kemampuan dan pemahaman yang luas tentang Indonesia.

"Saya diberikan tanggung jawab oleh teman-teman Relawan Gapura Nusantara di Provinsi Papua Barat untuk sosialisasi dan konsolidasi massa dalam mendukung Jendral (Purn) Moeldoko sebagai Bakal Calon Presiden RI Pemilu dalam pemilu 2024. Dalam waktu dekat, kita akan deklarasi," ujarnya.

Menurutnya, Kepala Staf Kepresidenan ini merupakan sosok yang tepat dalam melanjutkan tongkat estafet pemerintahan Jokowi.

Pasalnya dengan menjabat sebagai Kepala Staf Presiden Jokowi, Moeldoko sangat paham arah dan kebijakan Presiden Jokowi dalam membangun Indonesia.

"Dari survei yang kami lakukan polling kepada masyarakat terkait sosok Moeldoko, masyarakat melihat Jendral (Purn) Moeldoko adalah sosok yang tepat dalam melanjutkan pembangunan Jokowi dalam Pilpres 2024," kata Ayub.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa Moeldoko orangnya tegas dan sudah teruji dalam kepemimpinan, termasuk selama menjabat di TNI sebagai Kepala Staf Angkatan Darat hingga Panglima.

"Beliau tidak tanggung-tanggung dalam membela kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia. Karena itu, Gapura Nusantara mendukung Bapak Moeldoko sebagai bakal calon Presiden RI pada Pemilu 2024 mendatang," ujarnya.

Baca juga: Diklaim Jadi Bonekanya Luhut Pandjaitan, Sosok Ini Bakal Didepak dari PDI-P Sebagai Capres?

"Dengan pengalaman sebagai pejabat teras di Pemerintah Pusat dan juga sebagai politisi dan pengusaha sukses, kami yakin bahwa Pak Moeldoko adalah sosok yang layak melanjutkan tongkat estafet dari Bapak Presiden Jokowi," tandas Ayub.

 

Konflik Internal Partai Demokrat

Bermula dari saling klaim kepemimpinan hingga kini berujung saling lapor. Api mulai memercik setelah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut ada gerakan pengambilalihan kepemimpinan partai.

Congress Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang digelar dan menunjuk Moeldoko sebagai ketua baru versi KLB. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan sampai angkat bicara soal klaim kepemimpinan ini, dan AHY melaporkan KLB yang dinilainya tak sah ke Kemenkumham.

Tak mau kalah, Partai Demokrat kubu Moeldoko menyerahkan hasil KLB yang telah digelar ke Kemenkumham sehari setelahnya, Selasa (9/3/2021).

Seperti apa kronologi sengkarut yang masih bersarang di tubuh Partai Demokrat ini? Berikut rangkumannya:


Upaya Ambil Alih Kepemimpinan

Pada 1 Februari, AHY menyelenggarakan konferensi pers dan menyebut ada sebuah gerakan yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat.

"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam video konferensi pers yang diunggah dalam akun Youtube-nya.

Ia menyampaikan, gerakan ini melibatkan 5 orang, 4 merupakan mantan kader, dan seorang lainnya adalah pejabat penting pemerintahan di lingkar kekuasaan Presiden Joko Widodo.

AHY menyebut para elit tersebut akan menyelenggarakan KLB untuk mengganti pimpinan Partai Demokrat.

Ia menegaskan tetap menghormati asas praduga tak bersalah dalam permasalahan yang ada.


Surati Presiden dan Menkopolhukam

Masih dari konferensi pers yang sama, AHY menyampaikan ia telah mengirim surat secara resmi kepada Presiden Joko Widodo pada (1/2/2021) pagi harinya.

Dalam surat itu, ia meminta konfirmasi dan klarifikasi Presiden atas kabar adanya gerakan tersebut. Namun surat itu tidak mendapat tanggapan dari pihak Istana.

Tidak berhenti, Partai Demokrat kembali berkirim surat kepada jajaran Pemerintahan, kali ini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukkam) Mahfud MD.

Mahfud mengaku menerima surat yang berisi permohonan perlindungan hukum dan pencegahan penyelenggaraan KLB itu pada 4 Maret 2021.


KLB Deli Serdang

KLB benar terjadi pada 5 Maret pukul 15.00 WIB di The Hill Hotel and Resort Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Hasil dari KLB itu adalah terpilihnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menjadi Ketua Umm Partai Demokrat kubu KLB, melalui proses voting.

Selain Moeldoko, nama lain yang diajukan untuk menjadi ketum dalam kesempatan itu adalah Marzuki Alie. Namun, pada akhirnya Moeldoko yang terpilih.

Keputusan pun diambil dan disetujui oleh para peserta KLB dengan riuh tepuk tangan dan seruan kata "setuju!". KLB ini diprakarsai oleh seorang mantan kader Demokrat yang telah dipecat, Darmizal.