Terkuak! Coba Tukar Dokumen, Utusan KPK Temui Komisioner Ombudsman

Jakarta, law-justice.co - Kemarin, Kamis 30 Juni, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, kembali menggelar sidang lanjutan gugatan eks Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, salah seorang saksi atas nama Chandra Sulistio Reksoprodjo, membuka kejanggalan yang dilakukan KPK, saat laporan dugaan malaadministrasi penyelenggaran Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), tengah diselidiki pihak Ombudsman RI.

Ditemui usai persidangan, Chandra mengungkapkan, jika kejanggalan itu dia rasakan, saat dirinya bertemu dengan dua Komisioner Ombudsman sekitar Mei 2021 silam.

Dalam pertemuan tertutup itu, pimpinan Ombudsman bercerita jika Kabiro Hukum KPK Ahmad Burhanudin, diam-diam mencoba menemui dirinya.

“Saya diceritakan, Pak Burhan (Kabiro Hukum KPK) sempat datang menemui pimpinan di kantor Ombudsman,” kata Chandra usai bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (30/6).

Atas pertemuan mendadak tersebut, Komisioner Ombudman pun kaget, karena tidak ada janji sebelumnya.

Selain itu, karena berkas dokumen data sudah diberikan sebelumnya, pihak Ombudsman menolak penyerahan dokumen baru yang akan dilakukan Burhanudin.

“Ombudsman menolak karena berkas sudah masuk. Kalau mau dokumen baru dimasukan bukan tukar dokumen,” tegas Chandra menirukan kata-kata Komisioner Ombudsman kepadanya.

Terkait adanya hal ini, Kabiro Hukum KPK Ahmad Burhanudin awalnya ingin mencoba mengklarifikasinya. Namun ditolak pihak kuasa hukum dari para mantan Pegawai KPK.

Sementara itu, ketika ditanya siapa pihak pimpinan ombudsman yang ditemui Burhanudin dan apakah benar ada pegawai KPK itu bermaksud ingin menukar dokumen saat proses investigasi berlangsung, salah seorang Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng tidak membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan JawaPos.com.

Untuk diketahui, dalam hasil pemeriksaan Ombudsman, Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng membeberkan adanya malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK, yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Dia menyebut, proses penyusunan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, dimulai sejak Agustus 2020, hingga pada Januari 2021. Dia menyebut, saat itu belum muncul klausul TWK.

Menurutnya ide TWK muncul sehari sebelum rapat harmonisasi terakhir, tepatnya pada 25 Januari 2021. TWK diduga disisipkan dalam syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.

“Ombudsman Republik Indonesia berpendapat, proses panjang sebelumnya dan harmonisasi empat hingga lima kali tidak muncul klausul TWK, sekaligus mengutip notulensi 5 Januari 2021. Munculnya klausul TWK adalah bentuk penyisipan ayat, pemunculan ayat baru. Munculnya di bulan terakhir proses ini,” ujar Robert dalam konferensi pers daring, Rabu (21/7).

Dalam hasil penelusuran Ombudsman, pihaknya juga menemukan adanya penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam pembentukan Perkom 1/2021.

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Menkumham Nomor 23 tahun 2018, harmonisasi selayaknya dihadiri oleh pejabat pimpinan tinggi dalam hal ini Sekjen atau Kepala Biro, JPT, pejabat administrasti dan panja.

Tetapi hal itu dinilai tidak dipatuhi. Dalam rapat harmonisasi terakhir pada 26 Januari 2021, yang hadir bukan lagi jabatan pimpinan tinggi atau perancang, melainkan para pimpinan lembaga.

“Ada lima pimpinan yang hadir, yakni Kepala BKN, Kepala LAN, Ketua KPK, Menkumham dan Menpan RB. Sesuatu yang luar biasa,” ungkap Robert.

Dia pun mempersoalkan terkait berita acara rapat harmonisasi, yang justru ditandatangani oleh pihak-pihak yang tidak hadir dalam rapat, seperti Kepala Biro Hukum KPK, Direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kemkumham.

“Sekali lagi yang hadir pimpinan, tapi yang tanda tangan berita acara adalah yang tidak hadir, yakni level JPT,” papar Robert menandaskan.

Tags: TWK KPK |