Kadensus 88: Usai Punya Pemimpin Baru, ISIS Masih Eksis di Indonesia

Jakarta, law-justice.co - Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 Antiteror Mabes Polri, Inspektur Jenderal Marthinus Hukom menyatakan bahwa kelompok teroris ISIS masih menjadi ancaman setelah memiliki pemimpin baru yakni Abu Al-Hassan Al-Hashimmi Al-Quraishi.

Kata dia, keberadaan pemimpin baru itu menunjukkan bahwa ISIS masih eksis hingga saat ini.

Baca juga : Gantikan Marthinus Hukom, Ini Sosok Sentot Prasetyo Kadensus 88 Baru

"Kita lihat lagi ancaman ke depan seperti apa, kita melihat kemarin baru saja diumumkan ada pemimpin ISIS baru, yang baru di-declare oleh ISIS di Suriah sana untuk menggantikan pemimpin yang lama. Artinya mereka masih eksis sampai sekarang," kata Marthinus dalam konferensi pers usai rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (21/3).

Dia menjelaskan, ISIS juga masih mengendalikan jaringan-jaringan yang ada di seluruh Indonesia. Hal itu terbukti penangkapan sejumlah terduga teroris yang diduga terlibat dengan ISIS.

Baca juga : Kekayaan Marthinus Hukom yang Dilantik Sebagai Kepala BNN

"Mereka langsung dikendalikan dari pusat ISIS di Timur Tengah di Suriah sana," ujar Marthinus.

Marthinus menuturkan, mereka diperintahkan menduplikasi propaganda ISIS dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Lalu, lanjutnya, propaganda itu disebarkan lagi ke media sosial.

Baca juga : Resmi, Presiden Jokowi Lantik Marthinus Hukom Jabat Kepala BNN

"Artinya, secara ideologi, secara spirit, mereka tuh masih tetap ada walaupun di Timur Tengah mereka kehilangan teritorial," kata Marthinus.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, pihaknya tidak memandang latar belakang agama seseorang dalam menindak kasus terorisme.

Marthinus mencontohkan, Densus 88 tetap menindak teror bom di Mal Alam Sutera yang dilakukan seorang pria bernama Leopard yang beragama Kristen. Marthinus menyebutkan, Densus 88 juga memproses hukum aksi penyerangan kantor polisi yang dilakukan oleh kelompok Anarko.

"Untuk terorisme, kita tidak melihat terorisme terhubung dengan agama, prinsipnya. Sehingga, siapapun yang melakukan terorisme tanpa melihat latar belakang agama, ya kita harus tindak," kata Marthinus.

Terkait penanganan teror yang terjadi di Papua, Marthinus mengatakan, hal itu tak bisa hanya dilakukan oleh Polri sendiri, tetapi harus melibatkan semua elemen.

Jenderal polisi bintang dua itu berkata, pemerintah punya kepentingan untuk tetap mempertahankan Papua sebagai bagian dari Indonesia sehingga yang harus dilakukan adalah menyelesaikan keinginan agar gerakan separatis tidak memiliki keinginan untuk merdeka.

"Artinya pendekatan yang dilakukan terhadap Papua itu harus lebih komprehensif, tidak sekadar menyelesaikan kekerasan. Kekerasan itu ekses dari para keinginan, daripada kehendak, kita harus menyelesaikan kehendaknya," katanya.