Kudeta Militer di Sudan, PM Abdalla Hamdok Serukan Rakyat Aksi Damai

law-justice.co - Kudeta militer terjadi di Sudan, pasukan militer menahan para pemimpin sipil senior, termasuk Perdana Menterinya. 

Sementara itu, PM Sudan Abdalla Hamdok menyerukan agar rakyat turun ke jalan untuk protes tindakan militer. "Kami menyerukan rakyat Sudan untuk memprotes dengan semua cara damai yang mungkin dilakukan... untuk merebut kembali revolusi dari para pencuri," demikian pernyataan kantor PM Hamdok, seperti dilansir AFP, Senin (25/10/2021).

Baca juga : Usai Kerusuhan di Papua Nugini, TNI Perketat Perbatasan Indonesia

Hamdok sendiri ditahan oleh pasukan militer Sudan pada Senin (25/10/2021) waktu setempat. Sejumlah menteri dan pejabat senior dari pemerintahan transisi juga ikut ditahan oleh militer.

Penahanan ini terjadi ketika ketegangan memuncak antara militer dan tokoh sipil yang berbagi kekuasaan sejak Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar Al-Bashir beberapa bulan sebelumnya.

Baca juga : Soal Desain Politik Kerusuhan 2024, Apakah Sebagai Hadiah Tahun Baru?

Kementerian Informasi Sudan mengatakan bahwa layanan internet di seluruh negeri terputus dan ruas jalan utama serta jembatan yang menghubungkan dengan ibu kota Khartoum ditutup.

Puluhan demonstran membakar ban mobil saat mereka berkumpul di jalanan ibu kota ketika melakukan protes terhadap aksi penahanan tersebut.

Baca juga : Diungkap Polisi, Ini Pemicu Kerusuhan di Muntilan Magelang

"Anggota sipil dari dewan kedaulatan transisi dan sejumlah menteri dari pemerintah transisi telah ditahan oleh pasukan militer gabungan," kata Kementerian Informasi Sudan dalam sebuah pernyataan di Facebook.

"Mereka telah dibawa ke lokasi yang tidak diketahui," imbuh pernyataan itu.

Penahanan tersebut terjadi hanya dua hari setelah faksi Sudan yang menyerukan pengalihan kekuasaan ke pemerintahan sipil memperingatkan akan "kudeta menakutkan" dalam konferensi pers yang berusaha dicegah oleh oknum tak dikenal.

Sudan telah mengalami transisi genting yang diperparah dengan perpecahan politik dan perebutan kekuasaan sejak penggulingan Bashir pada April 2019 lalu. Sejak Agustus 2019, negara itu dipimpin oleh pemerintahan sipil-militer yang bertugas mengawasi transisi ke pemerintahan sipil penuh.