Soal Data Pengguna BPJS Bocor, BSSN dan Kominfo Digugat

Jakarta, law-justice.co - Tim Periksa Data berencana akan menggugat sejumlah pimpinan lembaga negara dan kementerian terkait kasus dugaan kebocoran data pengguna BPJS Kesehatan dengan dugaan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa.


Sejauh ini, prosesnya sudah masuk upaya administratif di internal lembaga.

Baca juga : Pemprov DKI: Penonaktifan NIK Berdampak pada BPJS hingga STNK

Adapun pihak yang akan digugat antara lain, Direktur Utama BPJS, Menteri Komunikasi dan Informasi, dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

"Gugatan akan kami masukkan [ke PTUN Jakarta] di dalam hari kerja minggu depan (pekan ini)," kata peneliti Periksa Data Arie Sembiring, dikutip Senin (6/9/2021)

Baca juga : Masih Dibuka Lowongan Kerja BPJS Kesehatan, Ini Syaratnya

Saat ditanya lebih jauh soal kepastian jadwalnya, dia menyebut tahap sengketa masuk upaya administratif, belum memasukkan gugatan ke PTUN.

"Kami baru kelar di Upaya Administrasi, Pak," ucapnya, Senin (6/9/2021),

Baca juga : BPJS Kesehatan Akan Hapus Rawat Inap, Ini Layanan Penggantinya

"[gugatan ke PTUN] Belum dimasukkan." sambugnya.

Berdasarkan penjelasan Pasal 48 UU tentang PTUN, upaya administratif adalah prosedur untuk menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan di lingkungan pemerintah, sebelum masuk peradilan.

Proses ini terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.

Arie menjelaskan pada prinsipnya perbuatan melawan hukum oleh penguasa merupakan pemangku kekuasaan yang karena berbuat atau tidak menimbulkan kerugian yang ditanggung warga negara.

Dalam kasus ini, kata Arie, pihaknya telah meminta kepada pemerintah agar peristiwa kebocoran data tidak kembali terjadi. Namun, pada kenyataannya kasus serupa terus saja berulang.

"Sebenarnya kalau kita perhatikan tiga kementerian atau lembaga ini selalu mengutarakan kita tunggu dulu proses ini itu. Bahkan melibatkan pihak kepolisian yang tentu kompeten lah. Tapi hasilnya kita enggak kunjung tahu," kata Arie.

Sementara kasus kebocoran data BPJS Kesehatan yang terjadi pada Mei lalu belum terang, beredar informasi mengenai kebocoran data Health Alert Card (eHAC) besutan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes).

Selain itu adalah kebocoran data pribadi Presiden Joko Widodo yang kemudian menyebar di media sosial.

"Bahkan data Bapak Jokowi bocor, jadi itu sebuah momentum yang nggak bisa kita tunda, harus kita dorong segera," kata Arie.

Dalam gugatan itu, Arie mengatakan pihaknya menuntut agar kasus kebocoran data tidak terus berulang. Selain itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah membuat cetak biru pengelolaan data pribadi.

Hal ini seperti rencana penataan data pribadi yang mengatur mengenai lokasi penyimpanan data, tata cara menyimpan dan mengakses, bagaimana mengolah data sehingga bagaimana data dihanguskan.

"Sampai di belakang bicara data center. Nah itu harus nasional," jelasnya.

Sebelumnya, sebanyak 229 juta data pengguna BPJS Kesehatan diduga bocor dan dijual di pasar gelap online pada pertengahan Mei lalu.

Salah satu akun di pasar gelap itu memberikan 1 juta data sampel secara gratis untuk diuji dari 279 juta data yang tersedia. Bahkan, akun itu menyebut ada 20 juta data foto pribadi di dalam data yang dimilikinya itu.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan memastikan isu kebocoran data kependudukan yang marak akhir-akhir ini tidak terkait dengan data peserta.

Sementara, kebocoran NIK Jokowi disebut terkait dengan pemanfaatan data capres di situs KPU. Data itu kini sudah diturunkan dari laman resminya.