Jokowi Blunder Soal 75 Pegawai KPK, Saiful: Macam Jilat Ludah Sendiri

Jakarta, law-justice.co - Pernyataan Presiden Joko Widodo soal nasib 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memenuhi syarat (TMS) dalam peralihan menjadi aparatur sipil negara (ASN) dianggap blunder dan merusak tatanan yang sudah ada.

Hal itu disampaikan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam yang menilai bahwa Jokowi seakan sedang menggoreng isu tentang 75 pegawai KPK.

Baca juga : Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024 Potensi Bawa Dampak Buruk di Pilkada

"Mestinya kalau mau menyelamatkan tidak perlu koar-koar kepada publik tentang alih fungsi pegawai KPK tersebut," ujar Saiful dilansir dari RMOL, Selasa (18/5/2021).

Karena kata Saiful, perubahan UU KPK dibuat Jokowi, akan tetapi sekarang UU tersebut justru dikangkangi Jokowi sendiri.

Baca juga : Singgung Sebaran Dokter Tak Merata, Jokowi: 59 Persen di Pulau Jawa

"Mestinya kalau mau merubah arah perkembangan KPK tidak seperti saat ini yang justru bikin gaduh. Betapa tidak, SK sudah ditandatangani oleh Firli, baru kemudian Jokowi koar-koar di media, kan seperti tidak terjadi harmonisasi antara KPK dengan Presiden," kata Saiful.

Mestinya kata Saiful, Jokowi memanggil Firli Bahuri selaku Ketua KPK dan membicarakan baik-baik keinginan Presiden terkait arah perkembangan KPK.

Baca juga : Surya Paloh Lebih Dulu Bertemu Anies Sebelum Temui Jokowi di Istana

"Toh sesuai Putusan MK, posisi KPK adalah rumpun Kekuasaan Ekskutif. Kalau sudah terjadi seperti ini kan Presiden membingungkan, dan seperti memberikan hak istimewa dan khusus kepada 75 pegawai KPK yang tidak lolos, sehingga dapat merusak tatanan yang sudah ada," tegas Saiful.

Secara kasarnya, Saiful menganggap bahwa sikap Jokowi sama saja memerintahkan Firli untuk menjilat ludahnya sendiri karena telah memerintahkan 75 pegawai KPK yang TMS dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menyerahkan tugas kepada atasannya.

"Bahkan lebih jauh dari itu, Jokowi telah mendegradasi wibawa Firli dan pimpinan KPK lainnya di depan seluruh rakyat Indonesia, yang hal tersebut meruntuhkan wibawa lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia," pungkas Saiful.