Kehebatan Aplikasi menangkal Hoax Pakai artificial intelligence (AI) dan natural learning process (NLP).

Media Sosial Universitas di Indonesia Jarang Membahas Soal Keilmuan

law-justice.co - Riset terbaru yang di release dan dipresentasikannya pada acara soft-launching Website baru @univ_indonesia bersama civitas academica UI pada 3 Mei 2021. Riset tersebut salah satunya membahas bagaimana keaktifan tiga perguruan tinggi terbesar di Indonesia dalam menggunakan media sosial untuk membangun jejaring dan narasi tentang ilmu pengetahuan.

Pengembang aplikasi Drone Emprit, Ismasil Fahmi mengungkap akun media sosial universitas atau perguruan tinggi di Indonesia masih jarang digunakan untuk membangun narasi keilmuan. Kondisi ini berbeda dengan akun-akun media sosial universitas di luar negeri seperti Amerika yang aktif bicara soal keilmuan.

seperti diketahui aplikasi Drone Emprit yang merupakan sebuah sistem berfungsi memonitor dan menganalisa media sosial berbasis big data. Sosok Fahmi telah Menjelajah dunia sains hingga kuliah S-2 dan S-3 di Belanda.

Sasaran peneliatian adalah Perguruan tinggi terbesar di Indonesia tersebut yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Universitas Indonesia (UI).

Dalam unggahan Twitternya, Fahmi menganalisis keyword pada akun resmi masing masing perguruan tinggi tersebut. Ia ingin melihat bagaimana perguruan tinggi berinteraksi dengan civitas, alumni, industri, dan publik di media sosial.


Analisis tersebut dilakukan dalam periode 3 tahun. Pada aplikasi Drone Emprit telah menyimpan data sejak pertengahan 2017, di mana analisis tersebut dimulai pada 1 Januari 2018 hingga 2 Mei 2021.

Pada thread Twitter yang diunggah Fahmi tersebut, ia menjelaskan hal terpenting yang dilihat dari akun resmi perguruan tinggi yaitu bagaimana mereka membahas narasi pada sosial medianya terutama pada narasi keilmuan.

Pada perguruan tinggi terbesar di Indonesia, tidak banyak ditemukan tagar yang berkaitan dengan fokus keilmuannya. Justru sebaliknya, banyak ditemukan tagar dari luar khususnya terkait politik, yang memanfaatkan atau menarik ketiga perguruan tinggi ini.

Misalnya terkait @itbofficial terdapat tagar #TanyaFADJROEL, #HTIOrmasTerlarang, #01IndonesiaMaju, #TurunkanSuharto, dll.

Pada akun resmi Universitas Gajah Mada @UGMYogyakarta ditemukan banyak tagar protes dari mahasiswa, seperti #ShameUGM, #UGMBohongLagi, #bukanPANUTanku, #UGMDaruratKekerasanSeksual, dll.

Sedangkan untuk akun resmi Universitas Indonesia @univ_indonesia ada tagar #01IndonesiaMaju, #ILCHoaxBasmiUUTerorisme, #IndonesiaCallsObservers, #TangkapAdeArmando, #BasmiBuzzerRadikal, dll. Sedikit sekali ditemukan tagar terkait keilmuan dari ketiga perguruan tinggi terbesar di Indonesia ini.

Social Network Analysis (SNA) atau analisis jaringan sosial pada tiga perguruan tinggi di Indonesia yakni ITB, UGM, UI. Terlihat ketiga akun universitas tersebut saling berdekatan dan dihubungkan oleh follower yang merupakan irisan ketiganya. Akan tetapi selain cluster atau kelompoK dari universitas tersebut, terdapat dua cluster besar di luar itu, yaitu kelompok pro dan kontra pemerintah.

Pada dua cluster tersebut, memperlihatkan cukup besarnya pengaruh mereka dalam percakapan terkait ketiga perguruan tinggi ini. Artinya, narasi topik di luar keilmuan yang menjadi foKus pada perguruan tinggi juga akan besar.

Fahmi memaparkan civitas dari ketiga perguruan tinggi terbesar di Indonesia dalam membahas narasi keilmuan dan besarnya cluster pro-kontra termasuk minim. Akibatnya, tagar terkait keilmuan bukan menjadi yang dominan yang seharusnya menjadi keunggulan bidang perguruan tinggi.

“Isu terkini terkait riset dan inovasi di Indonesia, dimana perguruan tinggi dan civitasnya sudah seharusnya punya pemikiran dan concern besar, yaitu tentang BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang menuai banyak kritikan,” tutur Fahmi dalam unggahannya.

Dari data seminggu terakhir, peta SNA BRIN memperlihatkan sebuah cluster besar dari kalangan kontra Pemerintah dan cluster sedang pro pemerintah. Selain itu ada dari akademisi yang diwakili oleh satu cluster kecil yakni @yanuarnugroho. Meskipun ia banyak dikritik, akan tetapi sulit menemukan akademisi yang bersuara terkait narasi keilmuan.

Lanjut penjelasan Fahmi dalam cuwitan Twitternya, di Indonesia, perguruan tinggi dan civitas di Indonesia belum aktif dalam memanfaatkan media sosial untuk tujuan terkait Science, Technology, Engineering, and Mathematics atau STEM. Sangat sedikit civitas yang aktif, berani, dan bisa menyampaikan pemikirannya di ruang publik media sosial.

Minimnya percakapan yang melibatkan universitas dari kalangan civitas, membuat pengaruh polarisasi politik selama dan setelah pilpres menyeret universitas menjadi tampak kuat.

Kehebatan Aplikasi Drone Emprit
Aplikasi tersebut ia kembangkan sejak 2009 ketika masih studi S-3 di Universitas Groningen, Belanda. Drone Emprit menggunakan keahlian artificial intelligence (AI) dan natural learning process (NLP).

Sehingga menyajikan peta analisis media sosial tentang bagaimana sumber hoaks berasal, menyebar, siapa pendengung pertama, dan siapa groupnya. Sehingga, keberadaan Drone Emprit bermanfaat di tengah semakin kencang arus informasi di dunia digital.

Tidak mudah termakan propaganda atau hoaks

Karena itu, Ismail bersama Drone Emprit berusaha agar masyarakat tidak mudah termakan propaganda atau hoaks berasal dari buzzer atau influencer di media sosial. Dia senantiasa ingin mengingatkan publik tentang adanya cyber troop dan computational propaganda yang mungkin bertujuan memanipulasi opini mereka.

 

Mengingat semakin pentingnya peran media sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada generasi Y dan Z. Maka perlu semakin aktif keterlibatan universitas dan civitas academicanya dalam berjejaring dan menyebarkan pemikiran, riset, dan karya mereka di platform media sosial.