Siapa Tertarik Ambil Harta Karun Bawah Laut Indonesia Rp127,6 Triliun

law-justice.co - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai Indonesia memiliki potensi ekonomi bernilai dari harta karun bawah laut yang tenggelam di Indonesia. Hitungan Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Muatan Kapal Tenggelam Indonesia (APPP BMKTI) nilainya sebesar US$12,7 miliar.

Dari sisi ekonomi, setiap lokasi BMKT dapat bernilai antara US$80 ribu hingga US$18 juta. Apabila dimanfaatkan untuk mendukung pariwisata, maka dapat menghasilkan US$800 hingga US$126 ribu per bulan per lokasi harta karun.

Baca juga : KPK Panggil Pejabat Bea Cukai, Usut Korupsi Pengadaan SKIPI di KKP

APPP BMKTI menyebut terdapat 464 titik lokasi kapal tenggelam di seluruh wilayah perairan Indonesia.  "Diperkirakan terdapat harta karun bernilai ekonomi yang mencapai sekitar US$12,7 miliar atau setara dengan Rp127,6 triliun," kata Sekretaris Jenderal APPP BMKTI Harry Satrio di Jakarta, Kamis (4/3).

"Perkiraan memang besar. Tapi belum banyak termanfaatkan sampai sekarang," lanjutnya. Berdasarkan Laporan Kinerja semester I 2020 Kemenko Maritim, nilai inilah yang sebelumnya membuat pemerintah berniat mengelola BMKT sendiri dan tidak ingin menyerahkannya kepada pihak lain.

Baca juga : Ini Respons KKP Setelah WTO Tidak Sepakati Subsidi Nelayan

"Karena BMKT adalah milik bangsa dan identitas kita sebagai negara maritim," tulis laporan itu. Eks menteri KKP Susi Pudjiastuti, melalui akun twitter pribadinya @susipudjiastuti, meminta pemerintah mengelola sendiri BMKT dan tidak mengizinkan asing untuk mengambilnya.

"Pak Presiden ⁦@jokowi⁩ & Pak MenKP ⁦@saktitrenggono⁩ ⁦@kkpgoid⁩ , mohon dengan segala kerendahan hati untuk BMKT dikelola dan diangkat sendiri oleh pemerintah. Sudah banyak kita kehilangan benda-benda bersejarah yang seharusnya jadi milik bangsa kita," tulis Susi.

Baca juga : KKP: Sepanjang 2023, PNBP Pengelolaan Ruang Laut Capai Rp 707 Miliar

Cuitan Susi tersebut juga ditweet ulang oleh politisi Gerindra Fadli Zon. Pria yang dikenal gemar mengoleksi benda bersejarah itu menilai  izin investasi untuk pencarian harta karun tersebut tidak nasionalis.

"Nasionalisme kadang berhenti di ucapan, tapi tindakan bisa jauh bertolak belakang," cuit Fadli Zon melalui akun pribadinya @fadlizon.