WNI Ditolak 59 Negara, Refly Harun Sebut Jokowi Penyebabnya

Jakarta, law-justice.co - Sudah ada 59 negara yang menolak warga negara Indonesia (WNI) masuk ke negaranya. Hal itu dinilai pakar Hukum Tata Negara Refly Harun sebagai bukti kalau dunia internasioanl tak percaya dengan penanganan Covid-19 di Indonesia.

Menurut dia, hal itu menjadi mutlak keslahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Baca juga : Langkah Prabowo Rangkul Partai Luar Koalisi, Demokrat Beri Peringatan

"Lucu saya mendengar pernyataan Ruhut Sitompul yang menuding Anies Baswedan penyebab WNI ditolak 59 negara. Sepertinya dia tidak paham tentang struktur pemerintahan, di mana kalau menyangkut negara, yang bertanggung jawab adalah presiden, bukan gubernur," kata Refly seperti dilansir dari jpnn.com, Sabtu (12/9/2020).

Dia menegaskan, yang ditolak 59 negara adalah seluruh WNI. Bukan warga yang ber-KTP Jakarta. Warga yang ber-KTP Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat juga ditolak.

Baca juga : Anies Bantah Isu Tawaran Bentuk Partai Perubahan

Mantan komisaris salah satu BUMN ini juga menyindir seringnya Ruhut melontarkan ide untuk memecat Anies sebagai gubernur. Namun, ketika orang bersuara ganti presiden, dituding makar.
Dia mengingatkan, Anies Baswedan hanya bisa dipecat oleh rakyat melalui DPRD, bukan oleh Menteri Dalam Negeri. "Mendagri itu bukan atasan gubernur. Gubernur itu kedudukannya sama seperti presiden, cuma beda levelnya. Gubernur di level daerah, presiden level nasional," terangnya.

"Saya heran juga, Ruhut ini senang sekali mendesak orang dipecat padahal dia sendiri mungkin juga dipecat. Saya kurang tahu dan enggak mau tahu juga," sambung Refly.

Baca juga : Kata Ahli soal AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya

Dia melanjutkan, intinya penolakan 59 negara terhadap WNI menjadi koreksi besar bagi Presiden Jokowi.

Sejak awal Jokowi dan kabinetnya sudah melakukan empat kesalahan fatal dalan penanganan Covid-19. Pertama terlalu meremehkan virus Covid-19. Kedua, tidak fokus pada penanganan Covid-19. Ketiga, terlambat mengambil langkah memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Keempat, tidak kompak dalam koordinasi sehingga berantakan.

"Sejak awal sudah saya kritisi penanganan Covid-19 di Indonesia yang tidak serius. Presiden dan para menterinya terlalu meremehkan virus Covid-19. Bahkan kalau dilihat ke belakang, Anies Baswedanlah yang sejak awal fokus menghentikan penyebaran Covid-19 tetapi kebijakannya selalu dijegal pusat," tandasnya.