law-justice.co -
Harga mobil di Indonesia dikenal mahal, salah satu penyebab utamanya adalah beban pajak yang berlapis. Setelah Singapura, Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan pajak kendaraan tertinggi di dunia—hingga sempat menjadi sorotan negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Setiap mobil yang diproduksi di dalam negeri langsung dikenai berbagai jenis pungutan pajak. Mulai dari PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di tingkat pusat, hingga BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) yang dipungut di tingkat daerah.
Kumulasi pajak ini bisa membebani hingga hampir 50 persen dari total harga jual mobil, membuat harga kendaraan jauh lebih tinggi dibanding negara lain dengan pajak otomotif lebih ringan.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara seperti dikutip detik.oto 22/5, mencontohkan mobil yang keluar dari pabrik dengan harga Rp 100 juta, sampai ke tangan konsumen naik jadi Rp 150 juta. Adapun kenaikan Rp 50 juta itu, kata Kukuh, adalah pajak yang harus dibayar oleh konsumen. Tingginya pajak tersebut, kata Kukuh, juga dikeluhkan negara lain, salah satunya Amerika.
Lantas, mengapa pajak kendaraan di Indonesia begitu tinggi? Apakah ini bentuk ketidakefisienan, atau justru ada motif lain di balik kebijakan ini?
Pemberitaan ini akan membahas secara kritis penyebab tingginya pajak kendaraan di Indonesia, siapa yang diuntungkan, dan apa dampaknya bagi masyarakat luas. Dengan pendekatan data dan kebijakan fiskal, kita akan melihat bahwa persoalan ini bukan sekadar soal angka, tapi soal keadilan ekonomi dan efisiensi sistem perpajakan.
1. Jenis Pajak Kendaraan di Indonesia
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami bahwa pajak kendaraan bermotor di Indonesia terdiri dari beberapa komponen:
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) -- dibayar setiap tahun, berkisar antara 1%--2% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) -- dibayar sekali saat pembelian, bisa mencapai 10%--12,5%.
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) -- dibayarkan setiap tahun bersama PKB.
Pajak Progresif -- diberlakukan untuk kendaraan kedua dan seterusnya dalam satu nama kepemilikan.
Jika dijumlahkan, beban total pajak atas kendaraan bisa menjadi sangat tinggi, apalagi jika seseorang membeli mobil baru dan memiliki lebih dari satu unit kendaraan.
2. Mengapa Pajak Kendaraan di Indonesia Mahal?
Ada beberapa penyebab utama tingginya pajak kendaraan di Indonesia:
a. Filosofi "Barang Mewah"
Mobil dan motor di Indonesia masih dianggap sebagai barang mewah, bukan kebutuhan. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan kebijakan pajak tinggi untuk membatasi kepemilikan kendaraan pribadi.
Logika ini sebenarnya sudah usang, mengingat kendaraan kini merupakan sarana utama mobilitas masyarakat, apalagi di daerah dengan akses transportasi publik yang minim.
b. Sumber Pendapatan Daerah
Pajak kendaraan adalah salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kontribusi PKB dan BBNKB terhadap PAD di beberapa provinsi bisa mencapai lebih dari 50%. Maka, tidak heran jika pemerintah daerah sangat bergantung pada sektor ini dan cenderung enggan menurunkan tarifnya.
c. Skema Progresif Tidak Efisien
Tujuan pajak progresif adalah membatasi konsumsi kendaraan dan mengurangi kemacetan. Namun dalam praktiknya, sistem ini sering tidak akurat karena data kepemilikan tidak sinkron.
Misalnya, banyak orang menghindari pajak progresif dengan mengatasnamakan kendaraan pada kerabat atau anggota keluarga lain. Ini menciptakan ketidakadilan fiskal sekaligus menandakan lemahnya sistem administrasi perpajakan kita.
d. Lemahnya Transportasi Umum
Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi sebenarnya merupakan akibat dari minimnya transportasi umum yang andal. Ironisnya, pemerintah mengenakan pajak tinggi pada kendaraan pribadi tapi belum menyediakan alternatif mobilitas massal yang memadai. Ini seperti menghukum masyarakat yang tidak punya pilihan.
e. Pajak Berlapis dari Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah pusat menerapkan:
PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) — bisa mencapai 10–125% tergantung tipe kendaraan.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 11%.
Pemerintah daerah mengenakan:
BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor).
PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) — dibayar setiap tahun.
3. Dibandingkan Amerika
Di banyak negara bagian AS, pajak tahunan kendaraan jauh lebih rendah. Misalnya, di negara bagian Texas atau Florida, pajak kendaraan per tahun bisa di bawah Rp 2 juta bahkan untuk mobil baru. Selain itu, tidak ada bea balik nama sebesar 10--12% seperti di Indonesia.
Tentu, struktur fiskal kedua negara berbeda. Di AS, pendapatan daerah banyak disumbang dari pajak properti dan sales tax. Sementara di Indonesia, struktur pajak masih sempit dan sangat tergantung pada sektor-sektor konsumsi, seperti otomotif. Namun perbandingan ini penting untuk mendorong reformasi perpajakan yang lebih adil dan efisien.
4. Dampak Sosial dan Ekonomi
Kebijakan pajak kendaraan yang terlalu tinggi punya beberapa dampak negatif:
Mendorong pembelian kendaraan bekas atau tak resmi -- karena masyarakat ingin menghindari pajak tinggi.
Meningkatkan beban hidup kelas menengah -- yang justru sangat bergantung pada kendaraan pribadi.
Memperlebar ketimpangan akses mobilitas -- hanya mereka yang mampu membayar pajak tinggi yang bisa menikmati kendaraan layak.
Selain itu, tingginya pajak tidak serta-merta menyelesaikan masalah kemacetan atau polusi, karena akar masalahnya adalah tata kota yang buruk dan kurangnya transportasi publik, bukan banyaknya kendaraan itu sendiri.
5. Solusi: Reformasi Pajak dan Transportasi
Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah antara lain:
Evaluasi ulang tarif pajak kendaraan, terutama PKB dan BBNKB, agar lebih rasional dan proporsional terhadap nilai kendaraan.
Perbaiki sistem data kepemilikan kendaraan agar pajak progresif bisa diterapkan secara adil dan tepat sasaran.
Alihkan pendapatan daerah ke sektor lain, seperti pajak properti atau retribusi parkir, agar tidak bergantung pada pajak kendaraan.
Investasi besar-besaran di transportasi publik untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi.
Tingginya pajak kendaraan di Indonesia mencerminkan bahwa kebijakan fiskal masih belum sepenuhnya mengedepankan asas keadilan dan efisiensi. Jika tujuan utamanya adalah menekan kemacetan, mengurangi emisi, dan mendorong kesetaraan akses transportasi, maka strategi yang ditempuh seharusnya lebih dari sekadar menaikkan tarif pajak kendaraan pribadi.
Solusi jangka panjang bukan hanya membebani masyarakat lewat pungutan, tapi juga membangun sistem transportasi publik yang terjangkau, nyaman, dan terintegrasi. Pajak seharusnya menjadi instrumen kebijakan publik yang progresif, bukan sekadar alat pemasukan negara. Cara kita memungut pajak mencerminkan bagaimana negara memprioritaskan kepentingan rakyatnya.
Pajak bukan sekadar alat pungutan, melainkan cermin dari arah kebijakan negara terhadap warganya.