law-justice.co - Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) memberhentikan Rektor Universitas Pancasila. Marsudi W Kisworo menolak diberhentikan sebagai Rektor. Dia mengkaitkan pemecatan ini dengan kasus rektor sebelumnya.
Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU, ASEAN ENG, ASPEN ENG, ACPE diberhentikan dari jabatannya sebagi rektor Universitas Pancasila oleh Ketua YPPUP Siswono Yudhohusodo melalui Surat Nomoe: 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 tanggal 23 April 2025. Masudi menyatakan akan menempuh upaya hukum menyikapi pemberhentiannya ini.
Menurut Marsudi, pemberhentiannya ini tidak sesuai prosedur. “Sesuai Statuta seharusnya evaluasi ini adalah tugas Senat Universitas Pancasila, padahal ternyata Senat UP tidak dilibatkan sama sekali sehingga saya belum dapat menerima evaluasi kinerja yang sangat tidak objektif, dan juga sangat berbeda dengan evaluasi dari Kementrian yang bisa kita lihat di Dashboard Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi yang bisa diakses oleh publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).
Selain itu, menurut Marsudi, Direktur SDM juga mendapatkan intimidasi untuk memindahkan korban seperti yang dilaporkan dalam pertemuan dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III (LLDikti3) pada tanggal 17 April yang lalu. “Informasi tentang adanya tekanan dan intimidasi ini dilaporkan korban ke Kementrian karena itulah maka pada tgl 17 April lalu kami dipanggil untuk dimintai keterangan dan sudah saya laporkan juga ke YPP-UP namun sampai sekarang tidak ada tanggapan, bahkan yang ada adalah intimidasi dan tekanan untuk memberhentikan saya per 30 April ini,” ujarnya.
Dia menilai, peberhentiannya ini ada hubungannya dengan kasus rektor sebelumnya, Edie Toet Hendratno (ETH), sehingga terjadi tekanan dan intimidasi terhadap beberapa pejabat termasuk yang sudah diberhentikan secara sewenang-wenang oleh YPP-UP tanpa ada kesalahan dan tanpa kesempatan membela diri. “Pejabat tersebut Bu Dienaryati Tjokro, Prof Amin Subandrio, pak Handrito karena selama ini dianggap aktif melakukan advokasi kepada korban kasus ETH,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Polda Metro Jaya tengah mengusut kasus dugaan kekerasan seksual mantan Rektor Edie Toet terhadap dua pegawai Universitas Pancasila berinisial RZ dan DF. Laporan RZ teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 sementara laporan DF teregister di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024.
Menurut Marsudi, lagkahnya sebagai Rektor ketika dilantik atas arahan LLDikti3 yaitu memulihkan hak-hak korban kembali seperti semula mendapatkan teguran dari oknum YPP-UP. “Usul saya mengangkat Jend Pol Djoko Hartanto yang pernah jadi Wakil Rektor 3 dan Jend Pol Untung untuk menjabat ditentang dengan alasan mereka dulu melawan ETH,” tuturnya.
Marsudi juga menyatakan, pada bulan Oktober dia menolak untuk mengaktifkan kembali ETH. Penolakan ini rupanya menambah kuatnya tekanan dan intimidasi kepada dirinya sehingga pernah ada ucapan yang dianggap sebagai ancaman baik lisan maupun melalui pesan WA dari oknum YPP-UP bahwa yayasan dapat mengevaluasinya karena tidak patuh kepada perintah yayasan. “Padahal saya hanya sekedar menegakkan UU Penanggulan Kekerasan Seksual dan Peraturan Menteri tentang hal tersebut serta memperhatikan pendapat dari LLDikti3,” ujarnya.
Dia menegaskan, kami sangat menyayangi Universitas Pancasila. Namun, menurutnya, ada oknum di yayasan yang bahkan sejak awal kasus ini dilaporkan selalu menghalangi. “Kita semua tidak mau UP dirusak oleh oknum2 YPP-UP yang deni kepentingan pribadinya merusak masa depan UP dengan melakukan fitnah, disinformasi, dan intimidasi,” kata Marsudi.